MAKALAH
AKUNTANSI
KEUANGAN SYARIAH
PENGHIMPUNAN
DANA BANK SYARIAH
Diajukan
Sebagai
Tugas
E-Learning Pertemuan 5
Dosen Pengampu :
Lucky Nugroho, SE,
MM, M.Ak
Disusun oleh:
Sherly Jihan Adina (33217010001)
UNIVERSITAS
MERCU BUANA
PROGRAM
STUDI D3 AKUNTANSI
FAKULTAS
EKONOMI DAN BISNIS
JAKARTA
KATA
PENGANTAR
Saya
ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada semua yang telah mendukung untuk
mempersiapkan makalah ini hingga selesai. Kami bersyukur atas rahmat dan ridho
Allah SWT, makalah ini dapat tersusun dengan baik. Makalah ini ditujukan untuk
penyelesaian tugas E-Learning saya yang berjudul “Penghimpunan Dana Bank
Syariah” dalam mata kuliah yang saya ambil yakni Akuntansi Keuangan Syariah yang
di ajarkan oleh dosen pengampu saya Lucky Nugroho, SE,
MM, M.Ak.
Dalam penyusunan ini saya masih
banyak kesalahan tulisan maupun tata bahasa, kesalahan dari makalah ini menjadi
tanggung jawab saya. Saya menerima kritik maupun saran pembaca.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Menurut mayoritas orang Islam, hukum bunga bank konvensional
ialah haram. Oleh sebab itu bank-bank di Indonesia berlomba-lomba mengeluarkan
produk tabungan dan giro dengan basis syariah. Tujuannya tentu untuk menarik
minat calon nasabah sebanyak-banyaknya. Karena memang kenyataannya mayoritas
penduduk negara ini muslim.
Saat buka rekening yang berlandaskan syariat islam ini,
umumnya kita ditawari dua macam akad, mudharabah dan wadiah. Memang sih jika
sudah baca jenis-jenis produk yang disediakan masing-masing bank dengan teliti,
anda sudah bisa menemukan berbagai kelebihan dan kekurangannya. Namun,
penjelasan itu untuk produk tabungan itu sendiri. Sedangkan arti mudharabah dan
wadiah-nya kurang detail.
1.2 Rumusan Masalah :
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yakni sebagai
berikut:
1.
Perbedaan Akad Mudharabah dan Wadiah
pada Produk Bank Syariah.
2.
Skema Akad Mudharabah dan Wadiah
pada Produk Bank Syariah.
3.
Jurnal Penghimpunan Dana Mudharabah
dan Wadiah pada Produk Bank Syariah.
1.3 Tujuan :
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini ialah sebagai
berikut:
1.
Apa Perbedaan Akad Mudharabah dan
Wadiah pada Produk Bank Syariah?
2.
Bagaimana Skema Akad Mudharabah dan
Wadiah pada Produk Bank Syariah?
3.
Bagaimana Jurnal Penghimpunan Dana
Mudharabah dan Wadiah pada Produk Bank Syariah?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Perbedaan
Akad Mudharabah dan Wadiah pada Produk Bank Syaria
1. Pengertian
akad mudharabah pada bank syariah
Akad mudharabah
secara teknis maksudnya adalah perjanjian kerja sama antara shohibul mal
(nasabah/penyedia dana) dengan mudharib (pihak bank/pengelola). Dalam kerja
sama ini pihak nasabah yang 100% menyediakan modal atau uang, sedangkan bank
bertindak sebagai pengelola.
Jika usaha yang dilakukan dari kerja sama tersebut membawa hasil, nanti akan dibagi berdasarkan kontrak. Bagi hasil yang biasanya dihitung berdasarkan persentase ini disebut juga sebagai nisbah.
Bagaimana jika usahanya bangkrut? Jika penyebabnya karena kelalaian pengelola, maka dia yang harus tanggung jawab atas kerugiannya. Nasabah (pemilik modal) akan mendapatkan uangnya kembali secara utuh. Namun jika penyebabnya bukan kesalahan pengelola, kerugian ditanggung oleh pemilik modal.
Secara umum Akad Mudharabah dibagi menjadi 2, yaitu : Mudharabah muthlaqah & Mudharabah muqayyadah. Berikut adalah penjelasannya.
Jika usaha yang dilakukan dari kerja sama tersebut membawa hasil, nanti akan dibagi berdasarkan kontrak. Bagi hasil yang biasanya dihitung berdasarkan persentase ini disebut juga sebagai nisbah.
Bagaimana jika usahanya bangkrut? Jika penyebabnya karena kelalaian pengelola, maka dia yang harus tanggung jawab atas kerugiannya. Nasabah (pemilik modal) akan mendapatkan uangnya kembali secara utuh. Namun jika penyebabnya bukan kesalahan pengelola, kerugian ditanggung oleh pemilik modal.
Secara umum Akad Mudharabah dibagi menjadi 2, yaitu : Mudharabah muthlaqah & Mudharabah muqayyadah. Berikut adalah penjelasannya.
Mudharabah
|
|
Mudharabah muthlaqah
|
Pemilik dana memberikan kebebasan
kepada pengelola mengenai usaha yang akan dijalankan. Nasabah tidak ikut
campur usaha apa yang mau dijalankan pihak bank. Namun nasabah masih boleh
mengawasinya.
|
Mudharabah muqayyadah
|
Pemilik modal memberikan batasan
kepada pengelola, antara lain mengenai tempat, cara dan atau obyek investasi.
|
2.
Pengertian akad Wadiah dalam bank
syariah
Al wadi’ah bisa diartikan titipan murni dari pihak satu ke lainnya. Jadi tabungan syariah atas dasar akad wadiah adalah nasabah menitipkan/menyimpan uangnya ke bank dan uang tersebut bisa diambil sewaktu-waktu sesuai kehendak nasabah.
Al wadi’ah bisa diartikan titipan murni dari pihak satu ke lainnya. Jadi tabungan syariah atas dasar akad wadiah adalah nasabah menitipkan/menyimpan uangnya ke bank dan uang tersebut bisa diambil sewaktu-waktu sesuai kehendak nasabah.
Istilah-istilah yang ada di sini,
Muwadi’ = pemilik
barang (uang) / penitip / nasabah.
Mustauda’ = pihak yang
dititipi / menyimpan / bank.
Secara
umum Akad Wadiah dibagi menjadi 2, yaitu : Wadiah Yad Adh-Dhamanah & Wadiah
Yad Al-Amanah. Berikut adalah penjelasannya.
Wadiah
|
|
Wadiah Yad Adh-Dhamanah
|
Akad penitipan barang yang pihak yang
dititipi boleh memanfaatkan barang/uang tersebut. Namun jika hilang ataupun
rusak, pihak yang dititipi harus tanggung jawab / mengganti. Akad wadiah ini
yang umum digunakan di bank. Pihak bank boleh mengelola uang dari nasabah.
Nasabah sewaktu-waktu boleh mengambil uangnya kapan pun yang dikehendaki.
Pihak bank harus siap memberikan secara utuh. Bila usaha pengelolaan uang
memperoleh keuntungan, hasil tersebut sepenuhnya milik bank. Nasabah tidak
berhak atas itu. Meskipun begitu, biasanya pihak bank akan memberikan bonus
kepada nasabah secara suka rela. Bonus semacam ini dalam hukum islam masih
halal / diperbolehkan.
|
Wadiah Yad Al-Amanah
|
Ini bisa dibilang penitipan murni.
Pihak yang dititipi diberikan amanat atau kepercayaan untuk menjaga uang atau
barang. Pihak yang dititipi tidak boleh memanfaatkan atau menggunakannya.
Namun bila barang hilang atau rusak, pihak yang dititipi tidak dituntut
tanggung jawab apapun. Kerusakan, kehilangan, perawatan, dan sebagainya
sepenuhnya ditanggung oleh penitip / pemilik barang.
|
3.
Perbedaan akad mudharabah dan wadiah
dalam bank syariah
Berikut adalah perbedaan akad mudharabah dan wadiah dalam bank syariah.
Berikut adalah perbedaan akad mudharabah dan wadiah dalam bank syariah.
Perbedaan Mudharabah dan Wadiah
|
Mudharabah
|
Wadiah
|
Peranan nasabah sebagai
|
Shahibul mal (pemilik modal)
|
Muwadi (penitip uang/barang)
|
Imbal Hasil
|
Bagi hasil (Nisbah)
|
Tidak ada/Bonus suka rela dari pihak
bank
|
Status Dana nasabah
|
Investasi
|
Titipan/Simpanan
|
Pengertian
penghimpunan dana adalah suatu kegiatan usaha yang dilakukan bank untuk mencari
dana kepada pihak deposan yang nantinya akan disalurkan kepada pihak kreditur
dalam rangka menjalankan fungsinya sebagai intermediasi antara pihak deposn
dengan pihak kreditur.
Prinsip yang digunakan ada dua bergantung dari jenis
banknya yaitu Bank Konvensional dan Bank Syariah dengan prinsip konvensional
dan dengan prinsip syariah. Ada pun dalam materi makalah ini hanya akan dibahas
mengenai Bank Syariah dengan prinsip penghimpunan dana secara syariah.
Dalam Bank Syariah, klasifikasi penghimpunan dana
yang utama tidak didasarkan atas nama produk melainkan atas prinsip yang
digunakan. Berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional prinsip penghimpunan dana
yang digunakan dalam bank syariah ada dua yaitu prinsip wadiah dan prinsip
mudharabah.
Prinsip wadiah dalam perbankan syariah dapat
diterapkan pada kegiatan penghimpunan dana berupa giro dan tabungan. Di
Indonesia, hampir semua Bank Syariah menerapkan prinsip wadiah pada tabungan
giro. Giro wadiah adalah titipan pihak ketiga pada Bank Syariah yang
penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro,
kartu ATM, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindahbukuan.
Penghimpunan dana dengan prinsip mudharabah, dapat dibagi
atas dua skema yaitu skema muthlaqah dan skema muqayyadah. Dalam penghimpunan
dana dengan prinsip mudharabah muthalaqah, kedudukan Bank Syariah adalah
sebagai mudharib (pihak yang mengelola dana) sedangkan penabung atau deposan
adalah pemilik dana (shahibul maal). Hasil usaha yang diperoleh bank
selanjutnya dibagi antara bank dengan nasabah pemilik dana sesuai dengan porsi
nisbah yang disepakati dimuka. Dalam penghimpunan dana dengan pinsip mudharabah
muqayyadah, kedudukan bank hanya sebagai agen saja, karena pemilik dana adalah
nasabah pemilik dana mudharabah muqayyadah, sedang pengelola dana adalah
nasabah pembiayaan mudharabah muqayyadah. Pembagian hasil usaha dilakukan
antara nasabah pemilik dana mudharabah muqayyadah dengan nasabah pembiayaan mudharabah
muqayyadah. Bank sebagai agen dalam hal ini menerima fee saja. Pola investasi
terikat dapat dilakukan dengan cara chaneling dan executing. Pola chaneling
adalah apabila semua risiko ditanggung oleh pemilik dana dan bank sebagai agen
tidak menanggung risiko apapun. Pola executing adalah apabila bank sebagai agen
juga menanggung risiko. Prinsip mudharabah muthlaqah dapat diterapkan dalam
kegiatan usaha bank syariah untuk produk tabungan mudharabah dan deposito
mudharabah.
Tujuan dari kegiatan penghimpunan dana adalah untuk
memperbesar modal, memperbesar asset dan memperbesar kegiatan pembiayaan
sehingga nantinya dapat mendukung fungsi bank sebagai lembaga intermediasi.
1. Giro
Secara umum, yang dimaksud dengan giro adalah cek,
bilyet giro, sarana perintah bayar lainnya, atau dengan pemindahbukuan. Adapun
yang dimaksud dengan giro syariah adalah giro yang dijalankan berdasarkan
prinsip-prinsip syariah. Dalam hal ini, Dewan Syariah Nasional telah
mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa giro yang benar secara syariah adalah
giro yang dijalankan berdasarkan prinsip wadiah dan mudharabah.
Yang dimaksud
giro wadiah adalah giro yang dijalankan berdasarkan akad wadiah, yakni titipan
murni yang setiap saat dapat diambil jika pemiliknya menghendaki. Dalam konsep
wadiah yad al-dhamanah, pihak yang menerima titipan boleh menggunakan atau
memanfaatkan uang atau barang yang dititipkan. Hal ini berarti wadiah yad
dhamanah mempunyai implikasi hukum yang sama dengan qardh, yakni nasabah
bertindak sebagai pihak yang meminjamkan uang dan bank bertindak sebagai pihak
yang dipinjami. Dengan demikian, pemilik dana dan bank tidak boleh saling
menjanjikan untuk memberikan imbalan atas penggunaan atau pemanfaatan dana atau
barang titipan tersebut.
Dalam
kaitannya dengan produk giro, Bank Syariah menerapkan prinsip wadiah yad
dhamanah, yakni nasabah bertindak sebagai penitip yang memberikan hak kepada
Bank Syariah untuk menggunakan atau memanfaatkan uang atau barang titipannya,
sedangkan Bank Syariah bertindak sebagai pihak yang dititipi yang disertai hak
untuk mengelola dana titipan dengan tanpa kewajiban memberikan bagi hasil dari
keuntungan pengelolaan dana tersebut. Namun Bank Syariah diperkenankan untuk
memberikan insentif berupa bonus (fee) dengan catatan tidak diperjanjikan sebelummnya.
Dari pemaparan di atas, maka dapat dinyatakan
beberapa ketentuan umum giro wadiah sebagai berikut:
a) Dana
wadiah dapat digunakan oleh bank untuk kegiatan komersial dengan syarat bank
harus menjamin pembayaran kembali nominal dana wadiah tersebut.
b) Keuntungan
atau kerugian dari pegelolaan dana menjadi milik atau ditanggung bank,
sedangkan pemilik tidak dijanjikan imbalan atau menanggung kerugian. Bank
dimungkinkan memberikan bonus kepada pemilik dana sebagai suatu insentif untuk
menarik dana masyarakat namun tidak diperjanjikan di awal.
c) Pemilik
dana wadiah dapat menarik kembali dananya sewaktu-waktu (on call), baik
sebagian maupun seluruhnya.
Perhitungan bonus wadiah oleh Bank
Syariah dapat diasumsikan sebagai berikut: Saldo giro wadiah Fulan di Bank Syariah
adalah Rp 1 juta (saldo minimum untuk mendapatkan bonus). Bonus yang akan
diberikan bank kepad nasabah giro wadiah adalah 25%. Diasumsikan total saldo
rata-rata dana giro wadiah sebesar Rp 200 juta dan keuntungan yang diperoleh
untuk giro wadiah adalah sebesar Rp 6 juta.
2. Tabungan
Selain giro, produk perbankan syariah di bidang
penghimpunan dana (founding) adalah tabungan. Berdasarkan undang-undang
No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang
perbankan, yang dimaksud dengan tabungan adalah simpanan yang penarikannya
hanya dapat dilakukan dengan syarat tertentu yang disepakati, tidak dapat
ditarik dengan cek, bilyet giro, dan atau alat lainnya yang dipersamakan dengan
itu.
Adapun yang dimaksud dengan tabungan syariah adalah
tabungan yang dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Dalam hal ini,
Dewan Syariah Nasional telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa tabungan
yang dibenarkan adalah tabungan yang berdasarkan prinsip wadiah dan mudharabah.
2.2 Tabungan
Wadiah
Tabungan wadiah merupakan tabungan yang dijalankan
berdasarkan akad wadiah, yakni titipan murni yang harus dijaga dan dikembalikan
setiap saat sesuai dengan kehendak pemiliknya. Terkait dengan produk tabungan
wadiah, Bank Syariah menggunakan akad wadiah yad adh-dhamanah. Dalam hal ini,
nasabah bertindak sebagai penitip yang memberikan hak kepada Bank Syariah untuk
menggunakan atau memanfaatkan uang atau barang titipannya, sedangkan Bank
Syariah bertindak sebagai pihak yang dititipi dana atau barang yang disertai
hak untuk menggunakan atau memanfaatkan dana atau barang tersebut. Sebagai
konsekuensinya, bank bertanggung jawab terhadap keutuhan harta titipan tersebut
serta mengembalikannya kapan saja pemiliknya (nasabah) menghendaki. Di sisi
lain, bank juga berhak sepenuhnya atas keuntungan dari hasil pemanfaatan harta
titipan tersebut.
Dalam tabungan wadiah, bank dengan nasabah tidak
boleh mensyaratkan pembagian hasil keuntungan atas pemanfaatan harta tersebut.
Namun bank diperbolehkan memberikan bonus (fee) kepada pemilik harta titipan
(nasabah) selama tidak disyaratkan dimuka. Dengan kata lain, pemberian bonus
(fee) merupakan kebijakan bank yang bersifat sukarela.
Dari penjelasan di atas, dapat ditarik beberapa
ketentuan umum berkenaan dengan tabungan wadiah, yaitu sebagai berikut:
a) Tabungan
wadiah merupakan tabungan yang bersifat titipan murni yang harus dijaga dan
dikembalikan setiap saat (on call) sesuai dengan kehendak pemilik.
b) Keuntungan
atau kerugian dari penyaluran dana atau pemanfaatan barang menjadi hak atau
tanggung jawab bank, sedangkan
c) Nasabah penitip tidak dijanjikan imbalan dan
menanggung kerugian.Bank dimungkinkan memberikan bonus kepada pemilik harta
sebagai insentif selama tidak diperjanjikan di akad awal pembukaan rekening.
Adapun untuk penghitungan bonus tabungan
wadiah dapat diasumsikan seperti penghitungan hadiah seperti dalam giro wadiah,
hanya saja yang digunakan bukanlah angka tarif bonus giro wadiah, melainkan
tarif bonus tabungan wadiah.
2.3 Tabungan
Mudharabah
Yang dimaksud dengan tabungan mudharabah
adalah tabungan yang dijalankan berdasarkan akad mudharabah. Mudharabah sendiri
mempunyai dua bentuk, yakni mudharabah mutalaqah dan mudharabah muqayyadah,
perbedaan yang mendasar diantara keduanya terletak pada ada atau tidaknya persyaratan
yang diberikan pemilik harta kepada pihak bank dalam mengelola hartanya. Dalam
hal ini, Bank Syariah bertindak sebagai mudharib (pengelola dana), sedangkan
nasabah bertindak sebagai shahibul mal (pemilik dana). Bank Syariah dalam
kapasitasnya sebagai mudharib berhak untuk melakukan berbagai macam usaha yang
tidak bertentangan dengan prinsip syariah serta mengembangkannya, termasuk
melakukan akad mudharabah dengan pihak lain. Namun, di sisi lain, Bank Syariah
juga memiliki sifat sebagai seorang wali amanah (trustee), yang berarti bank
harus berhati-hati atau bijaksana serta beritikad baik dan bertanggung jawab
atas segala sesuatu yang timbul akibat kesalahan atau kelalaiannya.
Dari hasil pengelolaan dana mudharabah,
Bank Syariah akan membagikan hasil kepada pemilik dana sesuai dengan nisbah
yang telah disepakati di awal akad pembukaan rekening. Dalam mengelola dana
tersebut, bank tidak bertanggung jawab terhadap kerugian yang terjadi bukan
akibat kelalaiannya. Namun, bila yang terjadi adalah miss management (salah
urus), bank bertanggung jawab penuh atas kerugian tersebut.
Dalam mengelola harta mudharabah, bank
menutup biaya oprasional tabungan dengan hasil nisbah yang menjadi hak nasabah
pemilik dana. Disamping itu, bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah
keuntungan nasabah penabung tanpa persetujuan nasabah yang bersangkutan. Sesuai
dengan ketentuan yang berlaku. PPH bagi hasil tabungan mudharabah dibebankan
langsung ke rekening tabungan nasabah pada saat penghitungan bagi hasil.
Perhitungan bagi hasil mudharabah
dilakukan berdasarkan saldo rata-rata harian yang dihitung di tiap akhir bulan
dan di buku awal bulan selanjutnya.
1) Deposito
Yang juga termasuk produk bank dalam
bidang penghimpunan dana (founding) adalah deposito. Berdasarkan undang-undang
No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang
perbankan, yang dimaksud dengan deposito berjangka adalah simpanan yang
penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu-waktu tertentu menurut perjanjian
antara penyimpan dengan bank yang bersangkutan.
Adapun yang dimaksud dengan deposito
syariah adalah deposito yang dijalankan berdasarkan prinsip syariah. Dalam hal
ini, Dewan Syariah Nasional MUI telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa
deposito yang dibenarkan adalah deposito yang berdasarkan prinsip mudharabah.
Dalam hal ini, Bank Syariah bertindak
sebagai mudharib (pengelola dana), sedangkan nasabah bertindak sebagai shahibul
mal (pemilik dana). Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, Bank Syariah dapat
melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah
serta mengembangkannya, termasuk melakukan akad mudharabah dengan pihak ketiga.
Dengan demikian, Bank Syariah dalam
kapasitasnya sebagai mudharib memiliki sifat sebagai wali amanah (trustee),
yakni harus bertindak hati-hati atau bijaksana serta beritikad baik dan
bertanggung jawab atas segala sesuatu yang timbul akibat kesalahan atau
kelalaiannya. Di samping itu, Bank Syariah juga bertindak sebagai kuasa dari
usaha bisnis pemilik dana yang diharapkan dapat memperoleh keuntungan seoptimal
mungkin tanpa melanggar aturan syariah.
Dari hasil pengelolaan dana mudharabah,
Bank Syariah akan membagikan hasil keuntungan kepada pemilik dana sesuai dengan
nisbah yang telah disepakati di awal akad pembukaan rekening. Dalam mengelola
dana tersebut, bank tidak bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi bukan
akibat kelalaiannya. Namun, apabila yang terjadi adalah miss management (salah
urus), maka bank bertanggung jawab penuh atas kerugian tersebut.
Berdasarkan kewenangan yang diberikan
oleh pemilik dana terhadap bank, terdapat dua bentuk mudharabah, yaitu:
a) Mudharabah
Mutalaqah (Unrestricted Investment Account, URIA)
b) Mudharabah
Muqayyadah (Restricted Investment Account, RIA)
Dalam deposito mutalaqah, pemilik dana
tidak memberikan batasan atau persyaratan tertentu kepada pihak Bank Syariah
dalam mengelola investasinya, baik berkenaan dengan tempat, cara, maupun objek
investasinya. Dengan kata lain, Bank Syariah mempunyai hak dan kebebasan penuh
dalam mengelola dan menginvestaikan dana URIA ini ke berbagai sektor bisnis
yang diperkirakan akan memperoleh keuntungan.
Untuk pembayaran bagi hasil deposito
mudharabah sendiri dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan metode
anniversary date dan dengan metode end of month
Berbeda dengan deposito mudharabah
mutalaqah, dalam deposito mudharabah muqayyadah, pemilik dana memberikan
batasan atau persyaratan tertentu kepada Bank Syariah dalam mengelola
investasinya, baik berkenaan dengan tempat, cara, maupun objek investasinya.
Dengan kata lain, Bank Syariah tidak mempunyai hak dan kebebasan sepenuhnya
dalam menginvestasikan dana RIA ini ke berbagai sektor bisnis yang diperkirakan
akan memperoleh keuntungan.
Dalam penggunaan dana deposito
mudharabah muqayaddah ini terdapat dua metode, yaitu:
1. Cluster
Pool of Found
Yaitu
penggunaan dana untuk beberapa proyek dalam suatu jenis industri bisnis.
2. Specific
Product
Yaitu
penggunaan dana untuk suatu proyek tertentu.
Untuk pembayaran bagi hasil deposito mudharabah
muqayyadah sendiri dibagi menjadi dua, sama seperti pembagian pada deposito
mudarabah mutalaqah, yakni dengan metode anniversary dan dengan metode end of
month.
2.4 Perbedaan
Akad Mudharabah dengan Akad Wadiah pada Produk Dana di Bank syariah
1. Mudharabah
Pengertian MudharabahMudharabah berasal dari kata
dharabyang artinya memukul atau berjalan. Memukul atau berjalan disini
diartikan sebagai proses seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan
usahanya.13Secara teknis, mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua
pihak, di mana pihak pertama bertindak sebagai pemilik dana ( shahibul maal )
yang menyediakan seluruh modal ( 100% ), sedangkan pihak lainnya sebagai
pengelola usaha ( mudharib ). Keuntungan usaha yang didapatkan dari akad
mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, dan
biasanya dalam bentuk nisbah ( presentase ). Jka usaha yang dijalankan
mengalami kerugian, maka kerugian itu ditanggung oleh shahibul mal sepanjang
kerugian itu bukan akibat kelalaian mudharib
2.2 Skema
Akad Mudharabah dan Wadiah pada Produk Bank Syariah
Gambar
Skema MudharabahKeterangan :
1. Pemilik
dana dan pengelola dana menyepakati akad mudharabahb.
2. Proyek
usaha sesuai akad mudharabah dikelola pengelola dana.
3. Proyek
usaha menghasilkan laba atau rugid.Jika untung dibagi sesuai nisbahe.
4. Jika
rugi ditanggung pemilik dana
Jenis
-jenis Mudharabah
1. Mudharabah
mutlaqah ( investasi tidak terikat )
yaitu pihak lembaga keuangan tidak dibatasi dalam
hal menggunakan dana yang dihimpun, pemberi modal tidak memberikan persyaratan
apapun kepada pihak lembaga keuangan, untuk usaha apa dana yang di berikan itu
ataupun pemberi modal juga tidak mensyaratkan kepada orang-orang tertentu untuk
mengelolanya.
Jadi bank memiliki kebebasan penuh untuk menyalurkan
dana yang telah dihimpun tersebut keusaha manapun yang diperkiraakan
menguntungkan satu sama lain.
Penerapan mudharabah mutlaqah ini dapat berupa
tabungan dan deposito, sehingga terdapat dua jenis penghimpun dana yaitu
tabungan mudharabah dan deposito mudharabah.
2. Mudharabah
Muqaiyadah / muqayyadah ( investasi terikat )
yaitu pemilik
dana ( shahibul mal) membatasi / memberi syarat kepada mudharib pengelola dana
seperti misalnya hanya untuk melakukan mudharabah bidang tertentu saja. Bank di
larang mencampurkan rekening Investasi terikat dengan dana Bank atau rekening
lainnya pada saat investasi. Bank di larang untuk investasi dananya pada
transaksi penjualan cicilan tanpa penjamin atau jaminan.
Bank di haruskan melakukan investasi sendiri tidak
melalui pihak ketiga, jadi dalam investasi terikat ini pada prinsipnya
kedudukan Bank menerima imbalan berupa fee.
1. Akad
Wadiah dalam bank syariah
Wadiah dengan alfabet latin sebagian ada
yang menulis wadiah, wadi’ah, wadi’ah, ataupun wadhi’ah.
Al wadi’ah bisa diartikan titipan murni
dari pihak satu ke lainnya. Jadi tabungan syariah atas dasar akad wadiah adalah
nasabah menitipkan/menyimpan uangnya ke bank dan uang tersebut bisa diambil
sewaktu-waktu sesuai kehendak nasabah.Istilah-istilah yang ada di sini,
Muwadi’
= pemilik barang (uang) / penitip / nasabah.
Mustauda’
= pihak yang dititipi / menyimpan / bank.
Jenis-jenis
akad wadiah :
1. Wadiah
Yad Adh-Dhamanah:
Akad
penitipan barang yang pihak yang dititipi boleh memanfaatkan barang/uang
tersebut. Namun jika hilang ataupun rusak, pihak yang dititipi harus tanggung
jawab / mengganti.
Akad wadiah ini yang umum digunakan di bank. Pihak
bank boleh mengelola uang dari nasabah. Nasabah sewaktu-waktu boleh mengambil
uangnya kapan pun yang dikehendaki. Pihak bank harus siap memberikan secara
utuh.
2. Yad Al-Amanah:
Ini bisa dibilang penitipan murni. Pihak yang
dititipi diberikan amanat atau kepercayaan untuk menjaga uang atau barang.
Pihak yang dititipi tidak boleh memanfaatkan atau menggunakannya. Namun bila
barang hilang atau rusak, pihak yang dititipi tidak dituntut tanggung jawab
apapun. Kerusakan, kehilangan, perawatan, dan sebagainya sepenuhnya ditanggung
oleh penitip / pemilik barang.
2.3 Jurnal
Penghimpunan Dana Akad Mudharabah dan Wadiah pada
Produk Bank Syariah
Wadiah
dapat diartikan sebagai titipan dari satu pihak ke pihak lain, baik individu
maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan sja spenyimpan
menghendakinya. Tujuan dari perjanjian tersebut adalah untukmenjaga keselamatan
barang itu dari kehilangan, kemusnahan, kecurian dan sebagainya. Yang dimaksud
dengan “barang” disini adalah suatu yang berharga seperti uang, dokumen, surat
berharga dan barang lain yangberhara disisi islam.
Rukun
yang harus dipenuhi dalam transaksi dengan prinsip wadiah:
a.
Barang yang dititipkan
b.
Orang yang menitipkan/ penitip
c.
Orang yang menrima titipan/ penerima titipan, dan
d.
Ijab Qabul
2.3.1.
Jenis Penghimpunan Dana Prinsip Wadiah
Wadiah terdiri dari dua jenis, yaitu:
1. Wadiah Yad Al Amanah, merupakan titipan murni, barang
yang dititipkan tidak boleh digunakan (diambil manfaatnya) oleh penitip,
sewaktu titipan dikembalikan harus dalam keadaan utuh baik nilai maupun fisik
barangnya, jika selama dalam penitipan terjadi kerusakan maka pihak yang
menerima titipan tidak dibebani tanggung jawab, sebagai kompensasi atas
tanggung jawab pemeliharaan dapat dikenakan biaya penitipan.
Karateristik wadiah yad al amanah,
adalah;
·
barang titipan murni
·
tidak boleh digunakan oleh penerima titipan.
·
titipan dikembalikan harus dalam keadaan utuh baik nilai maupun fisiknya.
·
penerima titipan tidak bertanggung jawab atas
kerusakan yang terjadi
·
dikenakan biaya titipan
·
dalam perbankan diaplikasikan sebagai safe deposit box
2. Wadiah Yad Ad Dhamanah, merupakan pengembangan dari
Wadiah Yad Al Amanah yang disesuaikan dengan aktifitas perekonomian. Penerima
titipan diberi izin untuk menggunakan dan mengambil manfaat dari titipan
tersebut. Penyimpan mempunyai kewajiban untuk bertanggung jawab terhadap
kehilangan/ kerusakan barang tersebut. Semua keuntungan yang diperoleh dari
titipan tersebut menjadi hak penerima titipan. Sebagai imbalan kepada pemilik
barang/ dana dapat diberikan semacam insentif berupa bonus, yang tidak
disyaratkan sebelumnya.
Karateristik Wadiah Yad Ad Dhamanah
adalah;
·
pengembangan dari wadi’ah Yad Al Amanah
·
penerima titipan diizinkan menggunakan dan mengambil manfaatnya.
·
kehilangan/kerusakan merupakan tanggung jawab dari penyimpan
·
semua keuntungan dari titipan hak penerima titipan
·
penitip dapat menerima bonus yang tidak diisyaratkan sebelumnya.
·
Dalam perbankan dapat diaplikasikan pada
Rekening giro (current account) dan Rekening tabungan (saving account).
2.3.2.
Tabungan Wadiah
Tabungan
wadiah adalah titipan pihak ketiga pada bank syariah yang penarikannya dapat
dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati dengan kuitansi, kartu ATM,
sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindah bukuan.
Simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu
yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek atau alat yang dapat
dipersamakan dengan itu.
Dalam fatwa Dewan Syariah Nasional ditetapkan,
ketentuan Tabungan Wadiah sebagai berikut:
1. Bersifat simpanan
2. Simpanan bisa diambil kapan saja (on call) atau
berdasarkan kesepakatan.
3. Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk
pemberian yang bersifat sukarela dari pihak bank.
Fasilitas Yang diperoleh dari
Tabungan Wadiah
1.
Menggunakan buku atau kartu ATM
2.
Minimum setoran saldo pertama dan
saldo minimum yang harus dipertahankan
3.
Tabungan tidak terbatas dapat
ditarik sewaktu-waktu
4.
Tipe rekening :
·
Rekening perorangan
·
Rekening bersama atau beberapa individu
·
Perkumpulan/kelompok yang tidak berbadan hukum
·
Rekening perwalian, yang dioprasikan oleh orang tua wali atau wali atas nama
pemegang rekening (yang belum dewasa)
5.
Pembayaran bonus dilakukan denga
mengkredit rekening tabungan
2.3.3.
Giro Wadiah
Giro
wadiah adalah titipan pihak ketiga pada bank syariah yang penarikannya dapat
dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, kartu ATM, sarana
perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindah bukuan. Termasuk di
dalamnya giro wadiah yang diblokir untuk tujuan tertentu misalnya dalam rangka
escrow account, giro yang diblokir oleh yang berwajib karena suatu perkara. Dalam Fatwa
Dewan Syariah Nasional ditetapkan,
ketentuan tentang Giro Wadiah sebagai berikut:
1. Bersifat titipan
2. Titipan bisa diambil kapan saja (on call)
3. Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam
bentuk pemberian (athaya) yang bersifat sukarela dari pihak bank.
Karakteristik dari
giro wadiah antara lain:
1. Harus dikembalikan utuh seperti semula sehingga tidak
boleh overdarft
2. Dapat dikenakan biaya titipan
3. Dapat diberikan syarat tertentu untuk keselamatan
barang titipan misalnya menetapkan saldo minimum
4. Penarikan giro wadiah dilakukan dengan cek dan bilyet
giro sesuai ketentuan yang berlaku.
5. Jenis dan kelompok rekening sesuai dengan ketentuan
yang berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan syariah
6. Dana wadiah hanya dapat digunakan seijin penitip
Fasilitas Yang Diperoleh Dari Giro
Wadiah
1.
Kepada pemegang rekening diberikan buku cek untuk mengoperasikan rekening
2. Ada
minimum setoran awal, dan diperlukan referensi bagi pemegang rekening
3.
Calon pemegang rekening tidak terdaftar dalam daftar hitam dari BI
4.
Penarikan dana dapat dilakukan sewaktu-waktu dengan menggunakan cek atau
instruksi tertulis lainnya
Tipe rekening :
·
Rekening perorangan
·
Rekening bersama atau rekening kelompok/perkumpulan
·
Rekening perusahaan (Badan hukum)
Servis lainnya :
·
Cek khusus
·
Instruksi siaga (standing instruction)
·
Transfer dana secara otomatis
5.
Pemegang rekening menerima salinan rekening (account statement) setiap bulan
dengan rincian transaksi selama bulan yang bersangkutan
6.
Bank dapat mengirim konfirmasi saldo kepada pemegang rekening setiap akhir
tahun atau setiap periode tertentu (yang lebih pendek) bila dianggap perlu oleh
bank atau atas permintaan pemegang rekening
2.3.4.
Transaksi Tabungan dan Giro Wadiah
a.
Transaksi terkait tabungan wadiah
Transaksi tabungan wadiah dibagi
menjadi dua, yaitu transaksi penambahan tabungan wadiah dah transaksi
pengurangan tabungan wadiah.
1.
Transaksi penambahan tabungan wadiah
Bank menerima setoran tunai dari
nasabah untuk pembukaan tabungan wadiah sebesar Rp xx
Kas Rp
xx
Tabungan
wadiah Rp
xx
Nasabah menerima transer dari
nasabah lain dari bank cabang kota
A (bank yang sama) sebesar Rp xx
RAK
cabang kota A Rp
xx
Tabungan
wadiah Rp
xx
Nasabah menerima transer dari
nasabah dari bank lain (bank yang
berbeda) sebesar Rp xx
Giro
pada bank Indonesia Rp
xx
Tabungan
wadiah Rp
xx
Nasabah menerima bonus wadiah
sebesar Rp xx
Beban
bonus tabungan wadiah Rp xx
Tabungan
wadiah Rp
xx
2.
Transaksi pengurangan tabungan wadiah
Nasabah menarik tabungan wadiah nya
sebesar Rp xx
Tabungan
wadiah Rp
xx
Kas Rp xx
Nasabah mentransfer dari rekeningnya
ke rekening tabungan nasabah bank cabang kota A (bank yang sama) sebesar Rp xx
Tabungan
wadiah Rp
xx
RAK
cabang kota A Rp
xx
Nasabah mentransfer dari rekeningnya
ke rekening nasabah dari bank lain (bank
yang berbeda) sebesar Rp xx
Tabungan
wadiah Rp
xx
Giro
pada bank Indonesia Rp
xx
b.
Transaksi terkait giro wadiah
Transaksi tabungan wadiah dibagi
menjadi dua, yaitu transaksi penambahan tabungan wadiah dah transaksi
pengurangan tabungan wadiah.
1.
Transaksi penambahan giro wadiah
Bank menerima setoran tunai dari
nasabah untuk pembukaan giro wadiah sebesar Rp xx
Kas Rp
xx
Tabungan
giro Rp
xx
Nasabah menerima transer dari
nasabah lain dari bank cabang kota
A (bank yang sama) sebesar Rp xx
RAK
cabang kota A Rp
xx
Giro
wadiah Rp
xx
Nasabah menerima bilyet giro senilai
Rp xx dari nasabah bank lain. Bilyet tersebut kemudian dicairkan untuk
dimasukkan ke rekening giro nasabah
Giro
pada bank Indonesia Rp
xx
Giro
wadiah Rp
xx
Nasabah menerima bonus giro wadiah
sebesar Rp xx
Beban
bonus giro wadiah Rp xx
Giro
wadiah Rp
xx
2.
Transaksi pengurangan giro wadiah
Nasabah menggunakan cek untuk
mencairkan dana di rekening giro wadiah nya sebesar Rp xx
Giro
wadiah Rp xx
Kas Rp
xx
Nasabah menggunakan bilyet giro
untuk menstranser dana kepada nasabah giro wadiah bank cabang kota A (bank yang
sama) sebesar Rp xx
Giro
wadiah Rp xx
RAK
cabang kota A Rp xx
Nasabah menggunakan bilyet giro
untuk menstranser dana kepada nasabah giro
dari bank lain (bank yang
berbeda) sebesar Rp xx
Giro
wadiah Rp xx
Giro
pada bank Indonesia Rp
xx
Dipotong giro wadiah nasabah untuk
untuk administrasi sebesar Rp xx dan untuk pajak sebesar Rp yy (20% dari bonus
yang diterima nasabah)
Giro
wadiah Rp xx
Pendapatan
administrasi giro wadiah Rp xx
Giro
wadiah Rp yy
Titipan
kas negara Rp
yy
BAB III
KESIMPULAN
1.1 Kesimpulan
Penghimpunan
dana di Bank Syariah dapat berbentuk
giro, tabungan dan deposito, akad yang diterapkan dalam penghimpunan
dana masyarkat adalah dengan akad wadi’ah dan mudharabah. Wadi’ah yang ada di
perbankan syariah bukanlah wadiah yang dijelaskan dalam kitab-kitab fiqih.
Wadi’ah perbankan syariah yang saat ini dipraktekkan, lebih relevan dengan
hukum piutang, karena pihak bank memanfaatkan uang nasabah dalam berbagai
proyeknya. Adanya kewenangan untuk memanfaatkan barang, memiliki hasilnya dan
menanggung kerusakan atau kerugian adalah perbedaan utama antara wadi’ah dan
hutang-piutang . Dengan demikian, bila ketiga karakter ini telah disematkan
pada akad wadi’ah, maka secara fakta dan hukum akad ini berubah menjadi akad
hutang piutang dan bukan wadi’ah.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Devi. 2016. Makalah Akuntansi Penghimpunan Dana
(http://devidema.blogspot.com/2016/03/makalah-akuntansi-penghimpunan-dana.html
di akses pada tanggal 10 Oktober 2019)
Hari, Yoeda. 2017. Pengertian dan Perbedaan Akad Mudharabah dan Wadiah pada Bank
Syariah (https://yoeharz.wordpress.com/2017/10/30/pengertian-dan-perbedaan-akad-mudharabah-dan-wadiah-pada-bank-syariah/
di akses pada tanggal 10 Oktober 2019)
Sherly Jihan. 2018. Penulisan Makalah
tanggal 18 September
2019)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar