Kamis, 10 Oktober 2019

STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN SYARIAH


MAKALAH
AKUNTANSI KEUANGAN SYARIAH

STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN SYARIAH
Diajukan Sebagai
Tugas E-Learning Pertemuan 4





Dosen Pengampu :
Lucky Nugroho, SE, MM, M.Ak


Disusun oleh:
Sherly Jihan Adina      (33217010001)



UNIVERSITAS MERCU BUANA
PROGRAM STUDI D3 AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
JAKARTA
KATA PENGANTAR

            Saya ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada semua yang telah mendukung untuk mempersiapkan makalah ini hingga selesai. Kami bersyukur atas rahmat dan ridho Allah SWT, makalah ini dapat tersusun dengan baik. Makalah ini ditujukan untuk penyelesaian tugas E-Learning saya yang berjudul “Standar Akuntansi Keuangan Syariah” dalam mata kuliah yang saya ambil yakni Akuntansi Keuangan Syariah yang di ajarkan oleh dosen pengampu saya Lucky Nugroho, SE, MM, M.Ak.
Dalam penyusunan ini saya masih banyak kesalahan tulisan maupun tata bahasa, kesalahan dari makalah ini menjadi tanggung jawab saya. Saya menerima kritik maupun saran pembaca.


           

Penulis


















BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Di Indonesia sendiri, permasalahan standarisasi laporan keuangan syariah ditangani oleh Dewan Standar Akuntansi Syariah (DSAK) yang berada di bawah naungan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). DSAK dibentuk di Jakarta pada kongres ke-8 IAI pada tahun 1998. Saat ini, Standar Akuntansi Keuangan Syariah di Indonesia menggunakan PSAK 101 (2014). SAK Syariah tersebut menggantikan SAK Syariah yang disahkan tahun 2002 dan menyempurnakan SAK tahun 2007 dan 2011.
Dasar pembuatan SAK Syariah ini bersumber pada Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 282-283. Ayat tersebut menjabarkan prinsip pencatatan laporan keuangan yang menggunakan konsep kejujuran, keadilan dan kebenaran. Pembuatan SAK Syariah ini mengikuti perkembangan ekonomi islam di dunia. Perkembangan tersebut menciptakan lingkungan ekonomi dan pasar baru yang berbasis syariah.
Ada beberapa jenis standar pelaporan keuangan berbasis syariah berdasarkan jenis transaksinya yang sudah dibuat oleh DSAK Syariah Indonesia. Beberapa diantaranya adalah:
  1. PSAK 102 Akuntansi Murabahah
  2. PSAK 103 Akuntansi Salam
  3. PSAK 104 Akuntansi Istisna’
  4. PSAK 105 Akuntansi Mudharabah
  5. PSAK 106 Akuntansi Musyarakah
  6. PSAK 107 Akuntansi Ijarah
  7. PSAK 108 Akuntansi Transaksi Asuransi Syariah
  8. PSAK 109 Akuntansi Zakat dan Infak/Sedekah

1.2 Rumusan Masalah :
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yakni sebagai berikut:
1.      Perbedaan Standar Akuntansi Keuangan Syariah Dengan Akuntansi Keuangan.
2.      Pedoman Standar Akuntansi Keuangan Syariah.
3.      Komponen Standar Akuntansi Keuangan Syariah.


1.3 Tujuan :
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini ialah sebagai berikut:
1.      Apa Perbedaan Standar Akuntansi Keuangan Syariah Dengan Akuntansi Keuangan?
2.      Bagaimana Pedoman Standar Akuntansi Keuangan Syariah?
3.      Apa Komponen yang di atur pada Standar Akuntansi Keuangan Syariah?





























BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Perbedaan Standar Akuntansi Keuangan Syariah dengan Akuntansi Keuangan
Perbedaan Akuntansi syariah dengan akuntansi konvensional dari segi arti Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang perilakunya diatur berdasarkan aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana dirangkum dalam rukun iman dan rukun Islam.
Bekerja merupakan suatu kewajiban karena Allah swt memerintahkannya, sebagaimana firman-Nya dalam surat At Taubah ayat 105 : “Dan katakanlah, bekerjalah kamu, karena Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang yang beriman akan melihat pekerjaan itu” Karena kerja membawa pada ke-ampunan, sebagaimana sabda Rasulullah Muhammad saw : “Barang siapa diwaktu sorenya kelelahan karena kerja tangannya, maka di waktu sore itu ia mendapat ampunan”.(HR.Thabrani dan Baihaqi)
Dari paparan di atas, dapat dinyatakan bahwa kaidah Akuntansi dalam konsep Syariah Islam dapat didefinisikan sebagai kumpulan dasar-dasar hukum yang baku dan permanen, yang disimpulkan dari sumber-sumber Syariah Islam dan dipergunakan sebagai aturan oleh seorang Akuntan dalam pekerjaannya, baik dalam pembukuan, analisis, pengukuran, pemaparan, maupun penjelasan, dan menjadi pijakan dalam menjelaskan suatu kejadian atau peristiwa.
Akuntansi dalam Islam dapat kita lihat dari berbagai bukti sejarah maupun dari Al-Qur’an. Dalam Surat Al-Baqarah ayat 282, dimana maksud dari surat ini adalah membahas masalah muamalah.
Termasuk di dalamnya kegiatan jual-beli, utang-piutang dan sewa-menyewa. Dari situ dapat kita simpulkan bahwa dalam Islam telah ada perintah untuk melakukan sistem pencatatan yang tekanan utamanya adalah untuk tujuan kebenaran, kepastian, keterbukaan, dan keadilan antara kedua pihak yang memiliki hubungan muamalah, dalam bahasa akuntansi lebih dikenal dengan accountability.
Akutansi secara konvensional dipahami sebagai satu set prosedur rasional yang digunakan untuk menyediakan informasi yang berguna dalam pengambilan keputusan dan pengendalian.
Akutansi dalam pemahaman ini berfungsi sebagai benda mati yang paten seperti teknologi yang konkret, tangible, dan value-free.2 Mereka berargumentasi bahwa akutansi harus memiliki standar paten yang berlaku secara umum di semua organisasi, tidak bisa dipengaruhi oleh kondisi lokal yang bisa menyebabkan keberagaman model akutansi dan harus bebas nilai (value-free). Karena akutansi yang tidak bebas nilai/sarat nilai (non-value-free) bisa menyulitkan dalam memahami informasi yang disampaikan.
Oleh karena itu, pendukung akutansi model ini memilih untuk melakukan harmonisasi dalam praktek akutansi.
Dan dapat di simpulakn bahwa perbedaan antara akuntansi syari’ah dengan akuntansi konvensional menurut pengertian dari masing-masing akuntasi tersebut adalah : Akuntansi konvensional dijadikan dasar dan ruh oleh akutansi ala Amerika (modern atau konvensional sehingga tidak mengherankan corak kapitalis muncul dalam praktik riilnya karena semuanya mengarah pada batasan memberikan informasi semata tanpa adanya spirit tanggung jawab (ataupun jika ada, ia hanya bersifat horisontal bukan horisontal dan vertikal).
Sedang kan Akutansi shari’ah yang berbasiskan ruh ilahi adanya akuntansi tersebut di simpulkan dari sumber-sumber islam dan di situ adanya tanggung jawab dan Akuntansi Islam ada konsep Akuntansi yang harus dipatuhi, yaitu hukum Syariah yang berasal dari Tuhan yang bukan ciptaan manusia dan Akuntansi Islam sesuai dengan kecenderungan manusia yaitu hanief yang menuntut agar perusahaan juga memiliki etika dan tanggung jawab sosial, bahkan ada pertanggungjawaban di akhirat, dimana setiap orang akan mempertanggungjawabkan tindakannya di hadapan Allah SWT.
Perbedaan Tujuan dan laporan keuangan Akuntansi Syariah dengan akuntansi konvensional. Ada dua hal yang menarik dalam hal ini, pertama adalah perbedaan antara tujuan akuntansi keuangan dan tujuan laporan keuangan.
Dalam berbagai literatur, banyak penulis yang menyamakan antara keduanya. Mathews & Parera (1996) mengatakan: Strictly speaking, financial statement cannot have objectives; only those individuals who cause the statement to be produced and who use them can have objectives.
( Tepatnya laporan, keuangan tidak dapat memiliki tujuan, hanya orang-orang yang menyebabkan pernyataan yang akan diproduksi dan siapa yang menggunakannya dapat memiliki tujuan.) Mathews & Parera (1996) lebih jauh mengatakan: What are often referred to as the objectives of financial statements are really the functions of financial statements ….( Apa yang sering disebut sebagai tujuan laporan keuangan benar-benar fungsi laporan keuangan ….) Dengan demikian berangkat dari pemikiran di atas, sebetulnya apa yang menjadi tujuan laporan keuangan, merupakan tujuan dan fungsi akuntansi sendiri.
Dalam konteks ini, bilamana kita harus berpijak pada prinsip idealime Islam, maka sesuai dengan hasil kajian tesis Adnan (1996), tujuan akuntansi dapat dibuat dua tingkatan.
Pertama, tingkatan ideal, dan kedua tingkatan praktis. Pada tataran ideal, sesuai dengan peran manusia di muka bumi dan hakikat pemiliki segalanya (QS 2:30, 6:165, 3:109, 5:17), maka semestinya yang menjadi tujuan ideal laporan keuangan adalah pertanggungjawaban muamalah kepada Sang Pemilik yang kakiki, Allah SWT.
Namun karena sifat Allah Yang Maha Tahu, tujuan ini bisa dipahami dan ditransformasikan dalam bentuk pengamalan apa yang menjadi sunnah dan syariah-Nya. Dengan kata lain, akuntansi harus terutama berfungsi sebagai media penghitungan zakat, karena zakat merupakan bentuk manifestasi kepatuhan seorang hamba atas perintah Sang Tuhan nya.
Tujuan pada tataran pragmatis barulah diarahkan kepada upaya untuk menyediakan informasi kepada stakeholder dalam mengambil keputusan-keputusan ekonomi.
Akan tettapi bilamana kita berpijak pada prinsip akuntasi konvensional tujuan akuntansi tersebut adalah karena kita ketahui Akuntansi konvensional yang sekarang berkembang adalah sebuah disiplin dan praktik yang dibentuk dan membentuk lingkungannya.
Oleh karena itu, jika akuntansi dilahirkan dalam lingkungan kapitalis, maka informasi yang disampaikannya akan mengandung nilai-nilai kapitalis. Kemudian keputusan dan tindakan ekonomi yang diambil pengguna informasi tersebut juga mengandung nilai-nilai kapitalis. Singkatnya, informasi akuntansi yang kapitalistik akan membentuk jaringan kuasa yang kapitalistik juga. Dimana paham kapitalisme tersebut lebih menekankan pada prinsip perolehan laba dan keuntungan yang lebih memihak kepada pemilik modal saja tanpa memperhatikan aspek-aspek lain yang sebenarnya lebih memegang peranan penting daripada pemilik modal itu sendiri.
Tujuan dari akuntansi dalam Islam/syari’ah adalah sebagai bentuk pertanggung jawaban dan menegakkan keadilan dan kebenaran.
Manfaatnya tentu sangat besar, yakni menjaga transaksi yang tercatat tersebut terekam dengan baik sehingga dikemudian hari dapat dilihat kembali dan dimanfaatkan informasinya, terutama pada transaksi-transaksi keuangan yang bersifat hutang-piuntang, bahkan Allah SWT menekankan pencatatan hutang-piutang, sebagaimana termaktub dalam Al Qur’an Surah Al Baqarah ayat 282, Inti dari ayat tersebut adalah penegasan bagi siapa saja yang melakukan transaksi tidak secara tunai, hendaknya mencatat dan menyampaikannya kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan disertai saksi-saksi yang amanah.
Tujuan dari akuntansi itu sendiri adalah:
  1. Sebagai bentuk pertanggungjawaban (accountability)
  2. Sebagai dasar penentuan pendapatan (income determination)
  3. Digunakan sebagai informasi dalam pengambilan keputusan (based of statement)
  4. Sebagai alat bukti yang berguna dikemudian hari (a prooving) Akuntansi juga merupakan upaya untuk menjaga terciptanya keadilan dalam masyarakat, karena akuntansi memelihara catatan sebagai accountability dan menjamin keakuratannya. Dengan pemahaman tersebut dapat disimpulkan bahwa akuntansi dalam Islam tidaklah bebas nilai. Karena pengakan keadilan dan pertanggungjawaban sesuatu membutuhkan tatanan nilai-nilai kebaikan, hati nurani, kejujuran dan keyakinan kepada Yang Maha Kuasa atas diri pelaku akuntansi dan pihak-pihak lainnya yang melakukan transaksi. Dengan demikian, akuntansi secara menyeluruh sangat sejalan dengan Islam sebagai sebuah aturan dan pedoman bisnis dan ekonomi. Tentunya konsep akuntansi harus mengikuti aturan dasar Islam dalam bermuamalah dan bukan sebaliknya.
Kemudian tentang perbedaan laporan ke uangan antara akuntansi syari’ah dengan akuntasi konvensional disebutkan bahwa Dalam laporan keuangan menurut APB Statement no. 4 yang berjudul Basic Concepts and Accounting Principles Underlying Financial Statements Business Enterprises, disebutkan tujuan umum laporan keuangan akuntansi konvensional adalah adalah:
  1. Memberikan informasi yang terpercaya tentang sumber-sumber ekonomi dan kewajiban perusahaan.
  2. Memberikan informasi yang terpercaya tentang sumber kekayaan bersih yang berasal dari kegiatan usaha dalam mencari laba.
  3. Memberikan informasi keuangan yang dapat digunakan untuk menaksir potensi perusahaan dalam menghasilkan laba.
  4. Memberikan informasi yang diperlukan lainnya tentang perubahan harta dan kewajiban.
  5. Mengungkapkan informasi relevan lainnya yang dibutuhkan para pemakai laporan.
Dari kelima tujuan umum di atas, semuanya hanya berorientasi pada pemberian informasi kuantitatif yang berguna bagi pemakai-khususnya pemilik dan kreditur-dalam proses pengambilan keputusan dan kebijakan selanjutnya.
Dalam Trueblood Committee Report juga dinyatakan bahwa tujuan utama dari laporan keuangan adalah memberikan informasi yang berguna untuk mengambil keputusan.
Tujuan yang sama juga terdapat dalam Conceptual Framework dari FASB, PSAK dan lainnya. Dari beberapa tujuan laporan keuangan tersebut, nampak jelas bahwa akutansi konvensional sangat dipengaruhi oleh konsep kapitalis, karena perhatian utamanya adalah hanya sebatas memberikan informasi yang bertumpu pada kepentingan stockholders dan entity-nya dan belum sampai pada taraf akuntabilitas kalaulah ada, maka hanya sebatas hubungan yang bersifat horisontal (hablum min al-nas).
Akutansi shari’ah yang berbasiskan ruh ilahi adalah merupakan bagian dari Islamisasi sains dan pengetahuan yang berangkat dari kegagalan paradigma sains dan pengetahuan modern yang berbasiskan value-free sehingga banyak mendatangkan dampak negatif terhadap perkembangan peradaban manusia.
Dampak ini muncul sebagai konskuensi logis dari dasar filsafat keilmuan yang bersifat metafisika, epistimologis dan aksiologis yang masih masif dan kering dengan nilai-nilai etik dan moral sehingga dalam tataran aksiologinya seringkali menafikan kemashlahatan manusia karena dipisahkannya agama dengan segala yang berkaitan dengan urusan dunia (sekuler).
Usaha untuk memberikan “warna lain” agar tercipta validitas data dan tujuan, akhirnya muncul dengan memberikan warna religius pada ilmu ekonomi, termasuk akutansi. Islamisasi akutansi inilah yang kemudian banyak dikenal dengan sebutan akutansi shari’ah.
Dengan akutansi shari’ah ini berarti akutansi tidak lagi value-free, tetapi berubah menjadi sarat dengan nilai-nilai ibadah (non-value-free).
Akuntansi shari’ah memandang bahwa kedua tujuan dasar dari akutansi yaitu memberikan informasi dan akuntabilitas dianggap sebagai suatu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan satu sama lainnya dan inilah yang menjadikan perbedaan besar dengan tujuan dasar akutansi konvensional.
Ia (akutansi shari’ah) melihat bahwa akutansi bisa benar-benar berfungsi sebagai alat “penghubung” antara stockholders, entity dan publik dengan tetap berpegangan pada nilai-nilai akuntansi dan ibadah syari’ah sehingga informasi yang disampaikan bisa benar-benar sesuai dengan kondisi riil tanpa ada rekayasa dari pihak manapun sehingga ada “nilai ibadah” secara individu bagi stockholders dan para akuntan dan “ibadah sosial” bagi terciptanya peradaban manusia yang lebih baik.
Akutansi shari’ah menandang bahwa organisasi ini sebagai interprise theory, di mana keberlangsungan hidup sebuah organisasi tidak hanya ditentukan oleh pemilik perusahaan (stockholders) saja tetapi juga pihak lain yang turut memberikan andil: pekerja, konsumen, pemasok, akuntan, dll.
Laporan keuangan yang berbasiskan shari’ah mempunyai “ruang dan peluang” tersendiri untuk bisa dipertanggungjawabkan baik secara horisontal dan vertikal. Karena ia diikat oleh aturan aturan baku akutansi (shari’ah) dan juga diikat oleh aturan-aturan agama sebagai basis dan ruh dari sifat akutansi shari’ah itu sendiri.
Jelasnya, akutansi shari’ah mempunyai kelebihan “keterpercayaan” dan akuntabel dalam penyampaian informasi dan akuntabilitas keakuratannya sehingga keputusan maupun kebijakan yang akan diambil bisa benar-benar dipertimbangkan karena sesuai dengan kondisi riil sebenarnya dibandingkan akutansi konvensional.
Jadi tujuan dasar akuntansi sebagai alat penyampai informasi dan akuntabilitas hanya benar-benar bisa tercapai apabila akuntansi dan para akuntan itu sendiri diikat oleh “seperangkat aturan” yang mempunyai nilai lebih dari sekedar seperangkat aturan ciptaan manusia.
Akutansi modern yang bersifat value-free ternyata tidak bisa menyelesaikan persoalan-persoalan yang makin kompleks karena sifatnya yang harus bebas nilai. Ia masih mempunyai celah yang lebar untuk direkayasa demi kepentingan satu pihak karena tidak adanya spirit dan ruh yang jelas untuk dipedomani.
Akutansi shari’ah telah memberikan nilai pencerahan dan menyelamatkan masa depan akutansi. Karena Islam mendudukkan pada setiap pekerjaan dalam sebuah organisasi ataupun individu dengan nilai “ibadah”.
Ibadah dalam bentuk individu akan berbuah pada ibadah sosial. Ibadah sosial akan membentuk individu-individu yang beribadah. Sehingga tujuan dasar dari akutansi sebagai alat penyampai informasi bisa benar-benar mempunyai nilai akuntabilitas yang tinggi dan bisa diambil kebijakan selanjutnya dalam pengendalian sebuah organisasi yang dilaporkan. Ini bukan suatu kemustahilan.
Dan Berikut Kerangka dasar akuntansi keuangan versi AAO-IFI dituangkan dalam SFA No. 2. Tidak seperti halnya akuntansi keuangan konvensional, akuntansi bank syariah menuntut lebih banyak bentuk laporan sebagai berikut:
  1. Laporan posisi keuangan
  2. Laporan laba rugi
  3. Laporan arus kas
  4. Laporan laba ditahan
  5. Laporan perubahan dalam investasi terbatas
  6. Laporan sumber dan penggunaan dana zakat serta dana sosial
  7. Laporan sumber dan penggunaan dana dalam qardh Empat laporan pertama adalah unsur-unsur laporan keuangan yang sudah dikenal selama ini secara konvensional, sedangkan tiga terakhir bersifat khas. Ketiga laporan yang terakhir ini muncul akibat perbedaan peran dan fungsi bank Islam, dibandingkan bank konvensional.
Perbedaan antara akuntansi syari’ah dengan akuntansi konvensional dari segi undang- undang yang digunakan. Dasar hukum dalam Akuntansi Syariah bersumber dari :
  1. Al Quran,
  2. Sunah Nabwiyyah,
  3. Ijma (kespakatan para ulama),
  4. Qiyas (persamaan suatu peristiwa tertentu,
  5. ‘Uruf (adat kebiasaan) yang tidak bertentangan dengan Syariah Islam Kaidah-kaidah Akuntansi dalam Islam, memiliki karakteristik khusus yang membedakan dari kaidah Akuntansi Konvensional. Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah sesuai dengan norma-norma masyarakat Islami, dan termasuk disiplin ilmu sosial yang berfungsi sebagai pelayan masyarakat pada tempat penerapan Akuntansi tersebut.
Persamaan kaidah Akuntansi Syariah dengan Akuntansi Konvensional terdapat pada hal-hal sebagai berikut:
  1. Prinsip pemisahan jaminan keuangan dengan prinsip unit ekonomi;
  2. Prinsip penahunan (hauliyah) dengan prinsip periode waktu atau tahun pembukuan keuangan;
  3. Prinsip pembukuan langsung dengan pencatatan bertanggal;
  4. Prinsip kesaksian dalam pembukuan dengan prinsip penentuan barang;
  5. Prinsip perbandingan (muqabalah) dengan prinsip perbandingan income dengan cost (biaya);
  6. Prinsip kontinuitas (istimrariah) dengan kesinambungan perusahaan;
  7. Prinsip keterangan (idhah) dengan penjelasan atau pemberitahuan.
Sedangkan perbedaannya, menurut Husein Syahatah, dalam buku Pokok-Pokok Pikiran Akuntansi Islam, antara lain, terdapat pada hal-hal sebagai berikut:
  1. Para ahli akuntansi modern berbeda pendapat dalam cara menentukan nilai atau harga untuk melindungi modal pokok, dan juga hingga saat ini apa yang dimaksud dengan modal pokok (kapital) belum ditentukan. Sedangkan konsep Islam menerapkan konsep penilaian berdasarkan nilai tukar yang berlaku, dengan tujuan melindungi modal pokok dari segi kemampuan produksi di masa yang akan datang dalam ruang lingkup perusahaan yang kontinuitas;
  2. Modal dalam konsep akuntansi konvensional terbagi menjadi dua bagian, yaitu modal tetap (aktiva tetap) dan modal yang beredar (aktiva lancar), sedangkan di dalam konsep Islam barang-barang pokok dibagi menjadi harta berupa uang (cash) dan harta berupa barang (stock), selanjutnya barang dibagi menjadi barang milik dan barang dagang;
  3. Dalam konsep Islam, mata uang seperti emas, perak, dan barang lain yang sama kedudukannya, bukanlah tujuan dari segalanya, melainkan hanya sebagai perantara untuk pengukuran dan penentuan nilai atau harga, atau sebagi sumber harga atau nilai;
  4. Konsep konvensional mempraktekan teori pencadangan dan ketelitian dari menanggung semua kerugian dalam perhitungan, serta mengenyampingkan laba yang bersifat mungkin, sedangkan konsep Islam sangat memperhatikan hal itu dengan cara penentuan nilai atau harga dengan berdasarkan nilai tukar yang berlaku serta membentuk cadangan untuk kemungkinan bahaya dan resiko;
  5. Konsep konvensional menerapkan prinsip laba universal, mencakup laba dagang, modal pokok, transaksi, dan juga uang dari sumber yang haram, sedangkan dalam konsep Islam dibedakan antara laba dari aktivitas pokok dan laba yang berasal dari kapital (modal pokok) dengan yang berasal dari transaksi, juga wajib menjelaskan pendapatan dari sumber yang haram jika ada, dan berusaha menghindari serta menyalurkan pada tempat-tempat yang telah ditentukan oleh para ulama fiqih. Laba dari sumber yang haram tidak boleh dibagi untuk mitra usaha atau dicampurkan pada pokok modal;
  6. Konsep konvensional menerapkan prinsip bahwa laba itu hanya ada ketika adanya jual-beli, sedangkan konsep Islam memakai kaidah bahwa laba itu akan ada ketika adanya perkembangan dan pertambahan pada nilai barang, baik yang telah terjual maupun yang belum. Akan tetapi, jual beli adalah suatu keharusan untuk menyatakan laba, dan laba tidak boleh dibagi sebelum nyata laba itu diperoleh.
Dengan demikian, dapat diketahui, bahwa perbedaan antara sistem Akuntansi Syariah Islam dengan Akuntansi Konvensional adalah menyentuh soal-soal inti dan pokok, sedangkan segi persamaannya hanya bersifat aksiomatis.
Menurut, Toshikabu Hayashi dalam tesisnya yang berjudul “On Islamic Accounting”, Akuntansi Barat (Konvensional) memiliki sifat yang dibuat sendiri oleh kaum kapital dengan berpedoman pada filsafat kapitalisme, sedangkan dalam Akuntansi Islam ada “meta rule” yang berasal diluar konsep akuntansi yang harus dipatuhi, yaitu hukum Syariah yang berasal dari Tuhan yang bukan ciptaan manusia, dan Akuntansi Islam sesuai dengan kecenderungan manusia yaitu “hanief” yang menuntut agar perusahaan juga memiliki etika dan tanggung jawab sosial, bahkan ada pertanggungjawaban di akhirat, dimana setiap orang akan mempertanggungjawab kan tindakannya di hadapan Tuhan yang memiliki Akuntan sendiri (Rakib dan Atid) yang mencatat semua tindakan manusia bukan saja pada bidang ekonomi, tetapi juga masalah sosial dan pelaksanaan hukum Syariah lainnya.
Jadi, dapat kita simpulkan dari uraian di atas, bahwa konsep Akuntansi Islam jauh lebih dahulu dari konsep Akuntansi Konvensional, dan bahkan Islam telah membuat serangkaian kaidah yang belum terpikirkan oleh pakar-pakar Akuntansi Konvensional.
Sebagaimana yang terjadi juga pada berbagai ilmu pengetahuan lainnya, yang ternyata sudah diindikasikan melalui wahyu Allah dalam Al Qur’an. “……… Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (QS.An-Nahl/ 16:89) Komite Akuntansi Syariah bersama dengan Dewan Standar Akuntansi Keuangan – Ikatan Akuntan Indonesia tahun 2007 telah mengeluarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan untuk transaksi kegiatan usaha dengan mempergunakan akuntansi berdasarkan kaidah syariah.

2.2  Pedoman Standar Akuntansi Keuangan Syariah
Standar Akuntansi Syariah (SAS) adalah Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Syariah yang ditujukan untuk entitas yang melakukan transaksi syariah baik entitas lembaga syariah maupun lembaga non syariah. Pengembangan SAS dilakukan dengan mengikuti model SAK umum namun berbasis syariah dengan mengacu kepada fatwa MUI. 
SAS ini terdiri dari PSAK 100 sampai dengan PSAK 106 yang mencakup kerangka konseptual; penyajian laporan keuangan syariah; akuntansi murabahah; musyarakah; mudharabah; salam; istishna.

Berikut ini adalah daftar Standar Akuntansi Keuangan Syariah yang berlaku efektif per 1 Januari 2018:
No
Standar Akuntansi Keuangan Syariah
Tanggal Pengesahan
Tanggal Efektif
1
27 Juni 2007
1 Januari 2008
2
1 Mei 2002
1 Januari 2003
3
25 Mei 2016
1 Januari 2017
3
25 Mei 2016
1 Januari 2017
4
6 Januari 2016
1 Januari 2017
5
6 Januari 2016
1 Januari 2017
6
27 Juni 2007
1 Januari 2008
7
27 Juni 2007
1 Januari 2008
8
6 Januari 2016
1 Januari 2017
9
25 Mei 2016
1 Januari 2017
10
6 April 2010
1 Januari 2012
11
24 Februari 2015
1 Januari 2016
12
PSAK 111 Akuntansi W’ad
18 Agustus 2017
1 Januari 2018

Selain menerbitkan 11 standar akuntansi keuangan syariah tersebut, DSAS IAI juga menerbitkan produk non-standar yakni Bultek 5 Pendapatan dan Biaya Terkait Murabahah yang disahkan pada tanggal 9 Januari 2013.





2.3  Komponen Standar Akuntansi Keuangan Syariah
Laporan keuangan yang lengkap terdiri darikomponen-komponen berikut ini:
(a) Neraca;
(b) Laporan Laba Rugi;
(c) Laporan Arus Kas;
(d) Laporan Perubahan Ekuitas;
(e) Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat;
(f) Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan;dan
(g) Catatan atas Laporan Keuangan.
Komponen-komponen dalam Laporan Keuangan Syariah
1.      Neraca
Entitas syariah menyajikan aset lancar terpisah dari aset tidak lancar dan kewajiban jangka pendek terpisah dari kewajiban jangka panjang, kecuali untuk industri tertentu yang diatur dalam SAK khusus. Aset lancar disajikan menurut ukuran likuiditas, sedangkan kewajiban disajikan menurut urutan jatuh temponya. Entitas syariah harus mengungkapkan informasi mengenai jumlah setiap aset yang akan diterima dan kewajiban yang akan dibayarkan sebelum dan sesudah 12 bulan dari tanggal neraca.
Entitas syariah mengungkapkan hal-hal di neraca seperti yang berikut ini :
1.      Untuk setiap jenis saham
2.      Jumlah saham modal dasar
3.      Jumlah saham yang diterbitkan
4.      Nilai nominal saham
5.      Ikhtisar perubahan jumlah saham beredar
Penjelasan mengenai sifat dan tujuan pos cadangan dalam ekuitas
Entitas syariah yang modalnya tidak terbagi dalam saham, mengungkapkan informasi yang setara dengan persyaratan diatas yang memperlihatkan perubahan dalam suatu periode dari setiap jenis penyertaan hak keistimewaan dan pembatasan yang melekat pada setiap jenis penyertaan.
2.      Laporan Laba Rugi
Laporan laba rugi entitas syariah disajikan dengan menonjolkan berbagai unsur kinerja keuangan yang diperlukan bagi penyajian secara wajar. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam melakukan penambahan dan perubahan meliputi materialitas, hakikat, dan fungsi dari berbagai komponen pendapatan dan beban.
Jika terdapat pendapatan tidak halal, pendapatan tersebut tidak boleh disajikan dalam laporan laba rugi entitas syariah maupun laba rugi konsolidasian entitas konvensional yang mengkolosidasikan entitas syariah. Informasi pendapatan tidak halal tersebut disajikan dalam laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan.
Entitas syariah disarankan untuk menyajikan rincian seperti penjelasan diatas pada laporan laba rugi. Entitas syariah yang mengklasifikasikan beban menurut fungsinya harus mengungkapkan informasi tambahan mengenai sifat beban. Entitas syariah mengungkapkan dalam laporan laba rugi atau dalam catatan atas laporan keuangan, jumlah deviden per saham yang diumumkan.
3.      Laporan Perubahan Ekuitas
Entitas syariah harus menyajikan laporan perubahan ekuitas sebagai komponen utama laporan keuangan yang menunjukan:
1.      Laba atau rugi bersih periode yang bersangkutan.
2.      Setiap pos pendapatan dan beban, keuntungan atau kerugian beserta jumlahnya yang berdasarkan PSAK terkait diakui secara langsung dalam ekuitas.
3.      Pengaruh komulatif dari perubahan kebijakan akuntansi dan perbaikan terhadap kesalahan mendasar sebagaimana yang telah diatur oleh PSAK.
4.      Transaksi modal dengan pemilik dan distribusi kepada pemilik.
5.      Saldo akumulasi laba atau rugi pada awal dan akhir periode serta perubahannya.
6.      Rekonsiliasi antara nilai tercatat dari masing-masing jenis modal saham, agio dan cadangan pada awal dan akhir periode yang mengungkapkan secara terpisah setiap perubahan.
7.      Laporan perubahan ekuitas entitas syariah menggambarkan peningkatan atau penurunan aset bersih selama periode bersangkutan berdasarkan prinsip pengukuran tertentu yang dianut dalam laporan keuangan.
4.      Laporan Arus Kas
Laporan arus kas ini disusun berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan dalam PSAK.


5.      Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat
Unsur dasar laporan sumber dan penggunaan dana zakat meliputi sumber dana, penggunaan dana selama suatu jangka waktu, dan saldo dana zakat yang menunjukan dana zakat yang belum disalurkan pada tanggal tertentu. Dana zakat tidak dibolehkan untuk menutup penyisihan kerugian aset. Entitas syariah harus mengungkapkan catatan atas laporan sumber dan penggunaan dana zakat, tetapi tidak terbatas pada :
1.      Sumber dana zakat yang berasal dari internal entitas syariah.
2.      Sumber dana zakat yang berasal dari eksternal entitas syariah.
3.      Kebijakan penyaluran zakat terhadap masing-masing asnaf.
4.      Proporsi dana yang disalurkan untuk masing-masing penerima zakat diklasifikasikan atas pihak yang terkait, sesuai dengan yang diatur oleh PSAK.
6.      Laporan Sumber dan Dana Kebajikan
Unsur dasar laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan meliputi sumber dan pengunaan dana selama periode tertentu, serta saldo dana kebajikan yang menunjukan dana kebajikan yang belum disalurkan pada tanggal tertentu. Entitas syariah harus mengungkapkan catatan atas laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan, tetapi tidak terbatas pada :
1.      Sumber dana kebajikan.
2.      Kebijakan penyaluran dana kepada masing-masing penerima.
3.      Proporsi dana yang disalurkan untuk masing-masing penerima zakat diklasifikasikan atas pihak yang terkait, sesuai dengan yang diatur oleh PSAK.
7.       Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat
Investasi terikat adalah investasi yang bersumber dari pemilik dana investasi terikat yang dikelola bank. Keuntungan dan kerugian investasi terikat sebelum dikurangi bagian manajer investasi adalah jumlah kenaikan atau penurunan bersih nilai investasi terikat selain kenaikan yang berasal dari penyetoran atau penurunan yang berasal dari penarikan.





Unsur-unsur dalam Laporan Keuangan Syariah
1.      Laporan posisi keuangan( statement of financial position).
2.      Laporan laba rugi (statement of income).
3.      Laporan arus kas (statement of cashflows).
4.      Laporan laba ditahan atau saldo laba (statement of retained earning).
5.      Laporan perubahan dana investasi terikat (statement of change in restricted investment).
6.      Laporan sumber dan penggunaan dana zakat, infaq, dan shadaqah (statement of source and use of fund in zakat and charity fund.
7.      Laporan sumber dan penggunaan dana qadhuk hasan (statement of source of fund in qard fund).
Empat laporan pertama adalah unsur laporan keuangan yang sudah dikenal selama ini secara konvensional, sedangkan tiga yang terakhir bersifat khas. Ketiga laporan yang terakhir muncul akibat perbedaan peran dan fungsi bank syariah, dibandingkan bank konvensional.


















BAB III
KESIMPULAN

1.1  Kesimpulan
Pada saat ini, banyak pebisnis-pebisnis yang mulai merambah dan beralih menggunakan prinsip syariah dalam usahanya. Oleh karena itu, pembuatan dan penyusunan standar akuntansi keuangan syariah perlu dibuat untuk menyambut tantangan dan perkembangan tersebut. Namun tidak banyak orang yang mengetahui tentang cabang akuntansi yang tergolong baru ini. Sehingga diperlukan pengenalan dan pelatihan untuk mensosialisasikan standar akuntansi keuangan syariah ini.























BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Akuntan. Ikatan. 2018. Standar Akuntansi Keuangan.
Akuntan.Ikatan. 2018. Standar Akuntansi Keuangan Syariah.
Akuntan, Ikatan. 2017. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Syariah
2019)
Koperasi. 2018. Perbedaan Akuntansi Syariah dan Akuntansi Konvensional.
di akses pada tanggal 3 Oktober 2019)
Kompasiana. 2018. Penyajian Laporan Keuangan Syariah.
Online, Akuntansi. 2016. Standar Akuntansi Keuangan Syariah.
Sherly Jihan. 2018. Penulisan Makalah
tanggal 18 September 2019)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar