MAKALAH
AKUNTANSI
KEUANGAN SYARIAH
STANDAR
AKUNTANSI KEUANGAN SYARIAH
Diajukan
Sebagai
Tugas
E-Learning Pertemuan 4
Dosen Pengampu :
Lucky Nugroho, SE,
MM, M.Ak
Disusun oleh:
Sherly Jihan Adina (33217010001)
UNIVERSITAS
MERCU BUANA
PROGRAM
STUDI D3 AKUNTANSI
FAKULTAS
EKONOMI DAN BISNIS
JAKARTA
KATA
PENGANTAR
Saya
ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada semua yang telah mendukung untuk
mempersiapkan makalah ini hingga selesai. Kami bersyukur atas rahmat dan ridho
Allah SWT, makalah ini dapat tersusun dengan baik. Makalah ini ditujukan untuk
penyelesaian tugas E-Learning saya yang berjudul “Standar Akuntansi Keuangan
Syariah” dalam mata kuliah yang saya ambil yakni Akuntansi Keuangan Syariah yang
di ajarkan oleh dosen pengampu saya Lucky Nugroho, SE,
MM, M.Ak.
Dalam penyusunan ini saya masih
banyak kesalahan tulisan maupun tata bahasa, kesalahan dari makalah ini menjadi
tanggung jawab saya. Saya menerima kritik maupun saran pembaca.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Di Indonesia sendiri, permasalahan standarisasi laporan
keuangan syariah ditangani oleh Dewan Standar Akuntansi Syariah (DSAK) yang
berada di bawah naungan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). DSAK dibentuk di
Jakarta pada kongres ke-8 IAI pada tahun 1998. Saat ini, Standar Akuntansi
Keuangan Syariah di Indonesia menggunakan PSAK 101 (2014). SAK Syariah tersebut
menggantikan SAK Syariah yang disahkan tahun 2002 dan menyempurnakan SAK tahun
2007 dan 2011.
Dasar pembuatan SAK Syariah ini bersumber pada Al-Quran
Surat Al-Baqarah ayat 282-283. Ayat tersebut menjabarkan prinsip pencatatan
laporan keuangan yang menggunakan konsep kejujuran, keadilan dan kebenaran.
Pembuatan SAK Syariah ini mengikuti perkembangan ekonomi islam di dunia.
Perkembangan tersebut menciptakan lingkungan ekonomi dan pasar baru yang
berbasis syariah.
Ada beberapa jenis standar pelaporan keuangan berbasis
syariah berdasarkan jenis transaksinya yang sudah dibuat oleh DSAK Syariah
Indonesia. Beberapa diantaranya adalah:
- PSAK 102 Akuntansi Murabahah
- PSAK 103 Akuntansi Salam
- PSAK 104 Akuntansi Istisna’
- PSAK 105 Akuntansi Mudharabah
- PSAK 106 Akuntansi Musyarakah
- PSAK 107 Akuntansi Ijarah
- PSAK 108 Akuntansi Transaksi Asuransi Syariah
- PSAK 109 Akuntansi Zakat dan Infak/Sedekah
1.2 Rumusan Masalah :
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yakni sebagai
berikut:
1.
Perbedaan
Standar Akuntansi Keuangan Syariah Dengan Akuntansi Keuangan.
2.
Pedoman
Standar Akuntansi Keuangan Syariah.
3.
Komponen
Standar Akuntansi Keuangan Syariah.
1.3 Tujuan :
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini ialah sebagai
berikut:
1.
Apa
Perbedaan Standar Akuntansi Keuangan Syariah Dengan Akuntansi Keuangan?
2.
Bagaimana
Pedoman Standar Akuntansi Keuangan Syariah?
3.
Apa
Komponen yang di atur pada Standar Akuntansi Keuangan Syariah?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Perbedaan
Standar Akuntansi Keuangan Syariah dengan Akuntansi Keuangan
Perbedaan
Akuntansi syariah dengan akuntansi konvensional dari segi arti Ekonomi Islam
merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang perilakunya
diatur berdasarkan aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana
dirangkum dalam rukun iman dan rukun Islam.
Bekerja
merupakan suatu kewajiban karena Allah swt memerintahkannya, sebagaimana
firman-Nya dalam surat At Taubah ayat 105 : “Dan katakanlah, bekerjalah
kamu, karena Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang yang beriman akan melihat
pekerjaan itu” Karena kerja membawa pada ke-ampunan, sebagaimana sabda
Rasulullah Muhammad saw : “Barang siapa diwaktu sorenya kelelahan karena
kerja tangannya, maka di waktu sore itu ia mendapat ampunan”.(HR.Thabrani
dan Baihaqi)
Dari paparan di
atas, dapat dinyatakan bahwa kaidah Akuntansi dalam konsep Syariah Islam dapat
didefinisikan sebagai kumpulan dasar-dasar hukum yang baku dan permanen, yang
disimpulkan dari sumber-sumber Syariah Islam dan dipergunakan sebagai aturan
oleh seorang Akuntan dalam pekerjaannya, baik dalam pembukuan, analisis,
pengukuran, pemaparan, maupun penjelasan, dan menjadi pijakan dalam menjelaskan
suatu kejadian atau peristiwa.
Akuntansi dalam
Islam dapat kita lihat dari berbagai bukti sejarah maupun dari Al-Qur’an. Dalam
Surat Al-Baqarah ayat 282, dimana maksud dari surat ini adalah membahas masalah
muamalah.
Termasuk di
dalamnya kegiatan jual-beli, utang-piutang dan sewa-menyewa. Dari situ dapat
kita simpulkan bahwa dalam Islam telah ada perintah untuk melakukan sistem
pencatatan yang tekanan utamanya adalah untuk tujuan kebenaran, kepastian,
keterbukaan, dan keadilan antara kedua pihak yang memiliki hubungan muamalah,
dalam bahasa akuntansi lebih dikenal dengan accountability.
Akutansi secara
konvensional dipahami sebagai satu set prosedur rasional yang digunakan untuk
menyediakan informasi yang berguna dalam pengambilan keputusan dan
pengendalian.
Akutansi dalam
pemahaman ini berfungsi sebagai benda mati yang paten seperti teknologi yang
konkret, tangible, dan value-free.2 Mereka berargumentasi bahwa
akutansi harus memiliki standar paten yang berlaku secara umum di semua
organisasi, tidak bisa dipengaruhi oleh kondisi lokal yang bisa menyebabkan
keberagaman model akutansi dan harus bebas nilai (value-free). Karena
akutansi yang tidak bebas nilai/sarat nilai (non-value-free) bisa
menyulitkan dalam memahami informasi yang disampaikan.
Oleh karena itu,
pendukung akutansi model ini memilih untuk melakukan harmonisasi dalam praktek
akutansi.
Dan dapat di
simpulakn bahwa perbedaan antara akuntansi syari’ah dengan akuntansi
konvensional menurut pengertian dari masing-masing akuntasi tersebut adalah :
Akuntansi konvensional dijadikan dasar dan ruh oleh akutansi ala Amerika
(modern atau konvensional sehingga tidak mengherankan corak kapitalis muncul
dalam praktik riilnya karena semuanya mengarah pada batasan memberikan
informasi semata tanpa adanya spirit tanggung jawab (ataupun jika ada, ia hanya
bersifat horisontal bukan horisontal dan vertikal).
Sedang kan
Akutansi shari’ah yang berbasiskan ruh ilahi adanya akuntansi tersebut di
simpulkan dari sumber-sumber islam dan di situ adanya tanggung jawab dan
Akuntansi Islam ada konsep Akuntansi yang harus dipatuhi, yaitu hukum Syariah
yang berasal dari Tuhan yang bukan ciptaan manusia dan Akuntansi Islam sesuai
dengan kecenderungan manusia yaitu hanief yang menuntut agar perusahaan juga
memiliki etika dan tanggung jawab sosial, bahkan ada pertanggungjawaban di
akhirat, dimana setiap orang akan mempertanggungjawabkan tindakannya di hadapan
Allah SWT.
Perbedaan Tujuan
dan laporan keuangan Akuntansi Syariah dengan akuntansi konvensional. Ada dua
hal yang menarik dalam hal ini, pertama adalah perbedaan antara tujuan
akuntansi keuangan dan tujuan laporan keuangan.
Dalam berbagai
literatur, banyak penulis yang menyamakan antara keduanya. Mathews & Parera
(1996) mengatakan: Strictly speaking, financial statement cannot have
objectives; only those individuals who cause the statement to be produced and
who use them can have objectives.
( Tepatnya
laporan, keuangan tidak dapat memiliki tujuan, hanya orang-orang yang
menyebabkan pernyataan yang akan diproduksi dan siapa yang menggunakannya dapat
memiliki tujuan.) Mathews & Parera (1996) lebih jauh mengatakan: What
are often referred to as the objectives of financial statements are really the
functions of financial statements ….( Apa yang sering disebut sebagai
tujuan laporan keuangan benar-benar fungsi laporan keuangan ….) Dengan demikian
berangkat dari pemikiran di atas, sebetulnya apa yang menjadi tujuan laporan
keuangan, merupakan tujuan dan fungsi akuntansi sendiri.
Dalam konteks
ini, bilamana kita harus berpijak pada prinsip idealime Islam, maka sesuai
dengan hasil kajian tesis Adnan (1996), tujuan akuntansi dapat dibuat dua
tingkatan.
Pertama,
tingkatan ideal, dan kedua tingkatan praktis. Pada tataran ideal, sesuai dengan
peran manusia di muka bumi dan hakikat pemiliki segalanya (QS 2:30, 6:165,
3:109, 5:17), maka semestinya yang menjadi tujuan ideal laporan keuangan adalah
pertanggungjawaban muamalah kepada Sang Pemilik yang kakiki, Allah SWT.
Namun karena
sifat Allah Yang Maha Tahu, tujuan ini bisa dipahami dan ditransformasikan
dalam bentuk pengamalan apa yang menjadi sunnah dan syariah-Nya. Dengan kata
lain, akuntansi harus terutama berfungsi sebagai media penghitungan zakat,
karena zakat merupakan bentuk manifestasi kepatuhan seorang hamba atas perintah
Sang Tuhan nya.
Tujuan pada tataran
pragmatis barulah diarahkan kepada upaya untuk menyediakan informasi kepada
stakeholder dalam mengambil keputusan-keputusan ekonomi.
Akan tettapi
bilamana kita berpijak pada prinsip akuntasi konvensional tujuan akuntansi
tersebut adalah karena kita ketahui Akuntansi konvensional yang sekarang
berkembang adalah sebuah disiplin dan praktik yang dibentuk dan membentuk
lingkungannya.
Oleh karena itu,
jika akuntansi dilahirkan dalam lingkungan kapitalis, maka informasi yang
disampaikannya akan mengandung nilai-nilai kapitalis. Kemudian keputusan dan
tindakan ekonomi yang diambil pengguna informasi tersebut juga mengandung
nilai-nilai kapitalis. Singkatnya, informasi akuntansi yang kapitalistik akan
membentuk jaringan kuasa yang kapitalistik juga. Dimana paham kapitalisme
tersebut lebih menekankan pada prinsip perolehan laba dan keuntungan yang lebih
memihak kepada pemilik modal saja tanpa memperhatikan aspek-aspek lain yang
sebenarnya lebih memegang peranan penting daripada pemilik modal itu sendiri.
Tujuan dari
akuntansi dalam Islam/syari’ah adalah sebagai bentuk pertanggung jawaban dan
menegakkan keadilan dan kebenaran.
Manfaatnya tentu
sangat besar, yakni menjaga transaksi yang tercatat tersebut terekam dengan
baik sehingga dikemudian hari dapat dilihat kembali dan dimanfaatkan
informasinya, terutama pada transaksi-transaksi keuangan yang bersifat
hutang-piuntang, bahkan Allah SWT menekankan pencatatan hutang-piutang,
sebagaimana termaktub dalam Al Qur’an Surah Al Baqarah ayat 282, Inti dari ayat
tersebut adalah penegasan bagi siapa saja yang melakukan transaksi tidak secara
tunai, hendaknya mencatat dan menyampaikannya kepada pihak-pihak yang
berkepentingan dan disertai saksi-saksi yang amanah.
Tujuan dari
akuntansi itu sendiri adalah:
- Sebagai bentuk pertanggungjawaban (accountability)
- Sebagai dasar penentuan pendapatan (income determination)
- Digunakan sebagai informasi dalam pengambilan keputusan (based of statement)
- Sebagai alat bukti yang berguna dikemudian hari (a prooving) Akuntansi juga merupakan upaya untuk menjaga terciptanya keadilan dalam masyarakat, karena akuntansi memelihara catatan sebagai accountability dan menjamin keakuratannya. Dengan pemahaman tersebut dapat disimpulkan bahwa akuntansi dalam Islam tidaklah bebas nilai. Karena pengakan keadilan dan pertanggungjawaban sesuatu membutuhkan tatanan nilai-nilai kebaikan, hati nurani, kejujuran dan keyakinan kepada Yang Maha Kuasa atas diri pelaku akuntansi dan pihak-pihak lainnya yang melakukan transaksi. Dengan demikian, akuntansi secara menyeluruh sangat sejalan dengan Islam sebagai sebuah aturan dan pedoman bisnis dan ekonomi. Tentunya konsep akuntansi harus mengikuti aturan dasar Islam dalam bermuamalah dan bukan sebaliknya.
Kemudian tentang perbedaan laporan ke uangan antara
akuntansi syari’ah dengan akuntasi konvensional disebutkan bahwa Dalam laporan
keuangan menurut APB Statement no. 4 yang berjudul Basic Concepts and
Accounting Principles Underlying Financial Statements Business Enterprises,
disebutkan tujuan umum laporan keuangan akuntansi konvensional adalah adalah:
- Memberikan informasi yang terpercaya tentang sumber-sumber ekonomi dan kewajiban perusahaan.
- Memberikan informasi yang terpercaya tentang sumber kekayaan bersih yang berasal dari kegiatan usaha dalam mencari laba.
- Memberikan informasi keuangan yang dapat digunakan untuk menaksir potensi perusahaan dalam menghasilkan laba.
- Memberikan informasi yang diperlukan lainnya tentang perubahan harta dan kewajiban.
- Mengungkapkan informasi relevan lainnya yang dibutuhkan para pemakai laporan.
Dari kelima tujuan umum di atas, semuanya hanya
berorientasi pada pemberian informasi kuantitatif yang berguna bagi
pemakai-khususnya pemilik dan kreditur-dalam proses pengambilan keputusan dan
kebijakan selanjutnya.
Dalam Trueblood Committee Report juga dinyatakan
bahwa tujuan utama dari laporan keuangan adalah memberikan informasi yang
berguna untuk mengambil keputusan.
Tujuan yang sama juga terdapat dalam Conceptual
Framework dari FASB, PSAK dan lainnya. Dari beberapa tujuan laporan keuangan
tersebut, nampak jelas bahwa akutansi konvensional sangat dipengaruhi oleh
konsep kapitalis, karena perhatian utamanya adalah hanya sebatas memberikan
informasi yang bertumpu pada kepentingan stockholders dan entity-nya dan belum
sampai pada taraf akuntabilitas kalaulah ada, maka hanya sebatas hubungan yang
bersifat horisontal (hablum min al-nas).
Akutansi shari’ah yang berbasiskan ruh ilahi adalah
merupakan bagian dari Islamisasi sains dan pengetahuan yang berangkat dari
kegagalan paradigma sains dan pengetahuan modern yang berbasiskan value-free
sehingga banyak mendatangkan dampak negatif terhadap perkembangan peradaban
manusia.
Dampak ini muncul sebagai konskuensi logis dari
dasar filsafat keilmuan yang bersifat metafisika, epistimologis dan aksiologis
yang masih masif dan kering dengan nilai-nilai etik dan moral sehingga dalam
tataran aksiologinya seringkali menafikan kemashlahatan manusia karena
dipisahkannya agama dengan segala yang berkaitan dengan urusan dunia (sekuler).
Usaha untuk memberikan “warna lain” agar tercipta
validitas data dan tujuan, akhirnya muncul dengan memberikan warna religius
pada ilmu ekonomi, termasuk akutansi. Islamisasi akutansi inilah yang kemudian
banyak dikenal dengan sebutan akutansi shari’ah.
Dengan akutansi shari’ah ini berarti akutansi tidak
lagi value-free, tetapi berubah menjadi sarat dengan nilai-nilai ibadah
(non-value-free).
Akuntansi shari’ah memandang bahwa kedua tujuan
dasar dari akutansi yaitu memberikan informasi dan akuntabilitas dianggap
sebagai suatu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan satu sama lainnya dan inilah
yang menjadikan perbedaan besar dengan tujuan dasar akutansi konvensional.
Ia (akutansi shari’ah) melihat bahwa akutansi bisa
benar-benar berfungsi sebagai alat “penghubung” antara stockholders, entity dan
publik dengan tetap berpegangan pada nilai-nilai akuntansi dan ibadah syari’ah
sehingga informasi yang disampaikan bisa benar-benar sesuai dengan kondisi riil
tanpa ada rekayasa dari pihak manapun sehingga ada “nilai ibadah” secara
individu bagi stockholders dan para akuntan dan “ibadah sosial” bagi
terciptanya peradaban manusia yang lebih baik.
Akutansi shari’ah menandang bahwa organisasi ini
sebagai interprise theory, di mana keberlangsungan hidup sebuah organisasi
tidak hanya ditentukan oleh pemilik perusahaan (stockholders) saja tetapi juga
pihak lain yang turut memberikan andil: pekerja, konsumen, pemasok, akuntan,
dll.
Laporan keuangan yang berbasiskan shari’ah mempunyai
“ruang dan peluang” tersendiri untuk bisa dipertanggungjawabkan baik secara
horisontal dan vertikal. Karena ia diikat oleh aturan aturan baku akutansi (shari’ah)
dan juga diikat oleh aturan-aturan agama sebagai basis dan ruh dari sifat
akutansi shari’ah itu sendiri.
Jelasnya, akutansi shari’ah mempunyai kelebihan
“keterpercayaan” dan akuntabel dalam penyampaian informasi dan akuntabilitas
keakuratannya sehingga keputusan maupun kebijakan yang akan diambil bisa
benar-benar dipertimbangkan karena sesuai dengan kondisi riil sebenarnya
dibandingkan akutansi konvensional.
Jadi tujuan dasar akuntansi sebagai alat penyampai
informasi dan akuntabilitas hanya benar-benar bisa tercapai apabila akuntansi
dan para akuntan itu sendiri diikat oleh “seperangkat aturan” yang mempunyai
nilai lebih dari sekedar seperangkat aturan ciptaan manusia.
Akutansi modern yang bersifat value-free ternyata
tidak bisa menyelesaikan persoalan-persoalan yang makin kompleks karena
sifatnya yang harus bebas nilai. Ia masih mempunyai celah yang lebar untuk
direkayasa demi kepentingan satu pihak karena tidak adanya spirit dan ruh yang
jelas untuk dipedomani.
Akutansi shari’ah telah memberikan nilai pencerahan
dan menyelamatkan masa depan akutansi. Karena Islam mendudukkan pada setiap
pekerjaan dalam sebuah organisasi ataupun individu dengan nilai “ibadah”.
Ibadah dalam bentuk individu akan berbuah pada
ibadah sosial. Ibadah sosial akan membentuk individu-individu yang beribadah.
Sehingga tujuan dasar dari akutansi sebagai alat penyampai informasi bisa
benar-benar mempunyai nilai akuntabilitas yang tinggi dan bisa diambil kebijakan
selanjutnya dalam pengendalian sebuah organisasi yang dilaporkan. Ini bukan
suatu kemustahilan.
Dan Berikut Kerangka dasar akuntansi keuangan versi
AAO-IFI dituangkan dalam SFA No. 2. Tidak seperti halnya akuntansi keuangan
konvensional, akuntansi bank syariah menuntut lebih banyak bentuk laporan
sebagai berikut:
- Laporan posisi keuangan
- Laporan laba rugi
- Laporan arus kas
- Laporan laba ditahan
- Laporan perubahan dalam investasi terbatas
- Laporan sumber dan penggunaan dana zakat serta dana sosial
- Laporan sumber dan penggunaan dana dalam qardh Empat laporan pertama adalah unsur-unsur laporan keuangan yang sudah dikenal selama ini secara konvensional, sedangkan tiga terakhir bersifat khas. Ketiga laporan yang terakhir ini muncul akibat perbedaan peran dan fungsi bank Islam, dibandingkan bank konvensional.
Perbedaan
antara akuntansi syari’ah dengan akuntansi konvensional dari segi undang-
undang yang digunakan. Dasar hukum dalam Akuntansi Syariah bersumber dari :
- Al Quran,
- Sunah Nabwiyyah,
- Ijma (kespakatan para ulama),
- Qiyas (persamaan suatu peristiwa tertentu,
- ‘Uruf (adat kebiasaan) yang tidak bertentangan dengan Syariah Islam Kaidah-kaidah Akuntansi dalam Islam, memiliki karakteristik khusus yang membedakan dari kaidah Akuntansi Konvensional. Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah sesuai dengan norma-norma masyarakat Islami, dan termasuk disiplin ilmu sosial yang berfungsi sebagai pelayan masyarakat pada tempat penerapan Akuntansi tersebut.
Persamaan
kaidah Akuntansi Syariah dengan Akuntansi Konvensional terdapat pada hal-hal
sebagai berikut:
- Prinsip pemisahan jaminan keuangan dengan prinsip unit ekonomi;
- Prinsip penahunan (hauliyah) dengan prinsip periode waktu atau tahun pembukuan keuangan;
- Prinsip pembukuan langsung dengan pencatatan bertanggal;
- Prinsip kesaksian dalam pembukuan dengan prinsip penentuan barang;
- Prinsip perbandingan (muqabalah) dengan prinsip perbandingan income dengan cost (biaya);
- Prinsip kontinuitas (istimrariah) dengan kesinambungan perusahaan;
- Prinsip keterangan (idhah) dengan penjelasan atau pemberitahuan.
Sedangkan
perbedaannya, menurut Husein Syahatah, dalam buku Pokok-Pokok Pikiran Akuntansi
Islam, antara lain, terdapat pada hal-hal sebagai berikut:
- Para ahli akuntansi modern berbeda pendapat dalam cara menentukan nilai atau harga untuk melindungi modal pokok, dan juga hingga saat ini apa yang dimaksud dengan modal pokok (kapital) belum ditentukan. Sedangkan konsep Islam menerapkan konsep penilaian berdasarkan nilai tukar yang berlaku, dengan tujuan melindungi modal pokok dari segi kemampuan produksi di masa yang akan datang dalam ruang lingkup perusahaan yang kontinuitas;
- Modal dalam konsep akuntansi konvensional terbagi menjadi dua bagian, yaitu modal tetap (aktiva tetap) dan modal yang beredar (aktiva lancar), sedangkan di dalam konsep Islam barang-barang pokok dibagi menjadi harta berupa uang (cash) dan harta berupa barang (stock), selanjutnya barang dibagi menjadi barang milik dan barang dagang;
- Dalam konsep Islam, mata uang seperti emas, perak, dan barang lain yang sama kedudukannya, bukanlah tujuan dari segalanya, melainkan hanya sebagai perantara untuk pengukuran dan penentuan nilai atau harga, atau sebagi sumber harga atau nilai;
- Konsep konvensional mempraktekan teori pencadangan dan ketelitian dari menanggung semua kerugian dalam perhitungan, serta mengenyampingkan laba yang bersifat mungkin, sedangkan konsep Islam sangat memperhatikan hal itu dengan cara penentuan nilai atau harga dengan berdasarkan nilai tukar yang berlaku serta membentuk cadangan untuk kemungkinan bahaya dan resiko;
- Konsep konvensional menerapkan prinsip laba universal, mencakup laba dagang, modal pokok, transaksi, dan juga uang dari sumber yang haram, sedangkan dalam konsep Islam dibedakan antara laba dari aktivitas pokok dan laba yang berasal dari kapital (modal pokok) dengan yang berasal dari transaksi, juga wajib menjelaskan pendapatan dari sumber yang haram jika ada, dan berusaha menghindari serta menyalurkan pada tempat-tempat yang telah ditentukan oleh para ulama fiqih. Laba dari sumber yang haram tidak boleh dibagi untuk mitra usaha atau dicampurkan pada pokok modal;
- Konsep konvensional menerapkan prinsip bahwa laba itu hanya ada ketika adanya jual-beli, sedangkan konsep Islam memakai kaidah bahwa laba itu akan ada ketika adanya perkembangan dan pertambahan pada nilai barang, baik yang telah terjual maupun yang belum. Akan tetapi, jual beli adalah suatu keharusan untuk menyatakan laba, dan laba tidak boleh dibagi sebelum nyata laba itu diperoleh.
Dengan demikian, dapat diketahui, bahwa perbedaan
antara sistem Akuntansi Syariah Islam dengan Akuntansi Konvensional adalah
menyentuh soal-soal inti dan pokok, sedangkan segi persamaannya hanya bersifat
aksiomatis.
Menurut, Toshikabu Hayashi dalam tesisnya yang
berjudul “On Islamic Accounting”, Akuntansi Barat (Konvensional)
memiliki sifat yang dibuat sendiri oleh kaum kapital dengan berpedoman pada
filsafat kapitalisme, sedangkan dalam Akuntansi Islam ada “meta rule”
yang berasal diluar konsep akuntansi yang harus dipatuhi, yaitu hukum Syariah
yang berasal dari Tuhan yang bukan ciptaan manusia, dan Akuntansi Islam sesuai
dengan kecenderungan manusia yaitu “hanief” yang menuntut agar perusahaan juga
memiliki etika dan tanggung jawab sosial, bahkan ada pertanggungjawaban di
akhirat, dimana setiap orang akan mempertanggungjawab kan tindakannya di
hadapan Tuhan yang memiliki Akuntan sendiri (Rakib dan Atid) yang mencatat
semua tindakan manusia bukan saja pada bidang ekonomi, tetapi juga masalah
sosial dan pelaksanaan hukum Syariah lainnya.
Jadi, dapat kita simpulkan dari uraian di atas,
bahwa konsep Akuntansi Islam jauh lebih dahulu dari konsep Akuntansi
Konvensional, dan bahkan Islam telah membuat serangkaian kaidah yang belum
terpikirkan oleh pakar-pakar Akuntansi Konvensional.
Sebagaimana yang terjadi juga pada berbagai ilmu
pengetahuan lainnya, yang ternyata sudah diindikasikan melalui wahyu Allah
dalam Al Qur’an. “……… Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk
menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi
orang-orang yang berserah diri.” (QS.An-Nahl/ 16:89) Komite Akuntansi
Syariah bersama dengan Dewan Standar Akuntansi Keuangan – Ikatan Akuntan
Indonesia tahun 2007 telah mengeluarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
untuk transaksi kegiatan usaha dengan mempergunakan akuntansi berdasarkan
kaidah syariah.
2.2 Pedoman
Standar Akuntansi Keuangan Syariah
Standar Akuntansi Syariah (SAS)
adalah Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Syariah yang ditujukan
untuk entitas yang melakukan transaksi syariah baik entitas lembaga syariah
maupun lembaga non syariah. Pengembangan SAS dilakukan dengan mengikuti model
SAK umum namun berbasis syariah dengan mengacu kepada fatwa MUI.
SAS ini terdiri dari PSAK 100
sampai dengan PSAK 106 yang mencakup kerangka konseptual; penyajian laporan
keuangan syariah; akuntansi murabahah; musyarakah; mudharabah; salam; istishna.
Berikut ini adalah daftar Standar
Akuntansi Keuangan Syariah yang berlaku efektif per 1 Januari 2018:
No
|
Standar Akuntansi Keuangan
Syariah
|
Tanggal Pengesahan
|
Tanggal Efektif
|
1
|
27 Juni 2007
|
1 Januari 2008
|
|
2
|
1 Mei 2002
|
1 Januari 2003
|
|
3
|
25 Mei 2016
|
1 Januari 2017
|
|
3
|
25 Mei 2016
|
1 Januari 2017
|
|
4
|
6 Januari 2016
|
1 Januari 2017
|
|
5
|
6 Januari 2016
|
1 Januari 2017
|
|
6
|
27 Juni 2007
|
1 Januari 2008
|
|
7
|
27 Juni 2007
|
1 Januari 2008
|
|
8
|
6 Januari 2016
|
1 Januari 2017
|
|
9
|
25 Mei 2016
|
1 Januari 2017
|
|
10
|
6 April 2010
|
1 Januari 2012
|
|
11
|
24 Februari 2015
|
1 Januari 2016
|
|
12
|
PSAK 111 Akuntansi W’ad
|
18 Agustus 2017
|
1 Januari 2018
|
Selain menerbitkan 11 standar akuntansi
keuangan syariah tersebut, DSAS IAI juga menerbitkan produk non-standar yakni
Bultek 5 Pendapatan dan Biaya Terkait Murabahah yang disahkan pada tanggal 9
Januari 2013.
2.3 Komponen Standar
Akuntansi Keuangan Syariah
Laporan keuangan yang lengkap
terdiri darikomponen-komponen berikut ini:
(a) Neraca;
(b) Laporan Laba Rugi;
(c) Laporan Arus Kas;
(d) Laporan Perubahan Ekuitas;
(e) Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat;
(f) Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan;dan
(g) Catatan atas Laporan Keuangan.
Komponen-komponen
dalam Laporan Keuangan Syariah
1.
Neraca
Entitas syariah menyajikan aset
lancar terpisah dari aset tidak lancar dan kewajiban jangka pendek terpisah
dari kewajiban jangka panjang, kecuali untuk industri tertentu yang diatur
dalam SAK khusus. Aset lancar disajikan menurut ukuran likuiditas, sedangkan
kewajiban disajikan menurut urutan jatuh temponya. Entitas syariah harus
mengungkapkan informasi mengenai jumlah setiap aset yang akan diterima dan
kewajiban yang akan dibayarkan sebelum dan sesudah 12 bulan dari tanggal
neraca.
Entitas syariah mengungkapkan
hal-hal di neraca seperti yang berikut ini :
1. Untuk setiap jenis saham
2. Jumlah saham modal dasar
3. Jumlah saham yang diterbitkan
4. Nilai nominal saham
5. Ikhtisar perubahan jumlah saham
beredar
Penjelasan mengenai sifat dan tujuan
pos cadangan dalam ekuitas
Entitas
syariah yang modalnya tidak terbagi dalam saham, mengungkapkan informasi yang
setara dengan persyaratan diatas yang memperlihatkan perubahan dalam suatu
periode dari setiap jenis penyertaan hak keistimewaan dan pembatasan yang
melekat pada setiap jenis penyertaan.
2.
Laporan
Laba Rugi
Laporan laba rugi entitas syariah
disajikan dengan menonjolkan berbagai unsur kinerja keuangan yang diperlukan
bagi penyajian secara wajar. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam
melakukan penambahan dan perubahan meliputi materialitas, hakikat, dan fungsi
dari berbagai komponen pendapatan dan beban.
Jika terdapat pendapatan tidak
halal, pendapatan tersebut tidak boleh disajikan dalam laporan laba rugi
entitas syariah maupun laba rugi konsolidasian entitas konvensional yang
mengkolosidasikan entitas syariah. Informasi pendapatan tidak halal tersebut
disajikan dalam laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan.
Entitas syariah disarankan untuk
menyajikan rincian seperti penjelasan diatas pada laporan laba rugi. Entitas
syariah yang mengklasifikasikan beban menurut fungsinya harus mengungkapkan
informasi tambahan mengenai sifat beban. Entitas syariah mengungkapkan dalam
laporan laba rugi atau dalam catatan atas laporan keuangan, jumlah deviden per
saham yang diumumkan.
3.
Laporan
Perubahan Ekuitas
Entitas syariah harus menyajikan
laporan perubahan ekuitas sebagai komponen utama laporan keuangan yang
menunjukan:
1. Laba atau rugi bersih periode yang bersangkutan.
2. Setiap pos pendapatan dan beban,
keuntungan atau kerugian beserta jumlahnya yang berdasarkan PSAK terkait diakui
secara langsung dalam ekuitas.
3. Pengaruh komulatif dari perubahan
kebijakan akuntansi dan perbaikan terhadap kesalahan mendasar sebagaimana yang
telah diatur oleh PSAK.
4. Transaksi modal dengan pemilik dan
distribusi kepada pemilik.
5. Saldo akumulasi laba atau rugi pada
awal dan akhir periode serta perubahannya.
6. Rekonsiliasi antara nilai tercatat
dari masing-masing jenis modal saham, agio dan cadangan pada awal dan akhir
periode yang mengungkapkan secara terpisah setiap perubahan.
7. Laporan perubahan ekuitas entitas
syariah menggambarkan peningkatan atau penurunan aset bersih selama periode
bersangkutan berdasarkan prinsip pengukuran tertentu yang dianut dalam laporan
keuangan.
4.
Laporan
Arus Kas
Laporan arus kas ini disusun
berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan dalam PSAK.
5.
Laporan
Sumber dan Penggunaan Dana Zakat
Unsur dasar laporan sumber dan
penggunaan dana zakat meliputi sumber dana, penggunaan dana selama suatu jangka
waktu, dan saldo dana zakat yang menunjukan dana zakat yang belum disalurkan
pada tanggal tertentu. Dana zakat tidak dibolehkan untuk menutup penyisihan
kerugian aset. Entitas syariah harus mengungkapkan catatan atas laporan sumber
dan penggunaan dana zakat, tetapi tidak terbatas pada :
1. Sumber dana zakat yang berasal dari
internal entitas syariah.
2. Sumber dana zakat yang berasal dari
eksternal entitas syariah.
3. Kebijakan penyaluran zakat terhadap
masing-masing asnaf.
4. Proporsi dana yang disalurkan untuk
masing-masing penerima zakat diklasifikasikan atas pihak yang terkait, sesuai
dengan yang diatur oleh PSAK.
6. Laporan Sumber dan Dana Kebajikan
Unsur dasar laporan sumber dan
penggunaan dana kebajikan meliputi sumber dan pengunaan dana selama periode
tertentu, serta saldo dana kebajikan yang menunjukan dana kebajikan yang belum
disalurkan pada tanggal tertentu. Entitas syariah harus mengungkapkan catatan
atas laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan, tetapi tidak terbatas pada :
1. Sumber dana kebajikan.
2. Kebijakan penyaluran dana kepada
masing-masing penerima.
3. Proporsi dana yang disalurkan untuk
masing-masing penerima zakat diklasifikasikan atas pihak yang terkait, sesuai
dengan yang diatur oleh PSAK.
7. Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat
Investasi terikat adalah investasi
yang bersumber dari pemilik dana investasi terikat yang dikelola bank.
Keuntungan dan kerugian investasi terikat sebelum dikurangi bagian manajer
investasi adalah jumlah kenaikan atau penurunan bersih nilai investasi terikat
selain kenaikan yang berasal dari penyetoran atau penurunan yang berasal dari
penarikan.
Unsur-unsur dalam Laporan Keuangan Syariah
1. Laporan posisi keuangan( statement
of financial position).
2. Laporan laba rugi (statement of income).
3. Laporan arus kas (statement of
cashflows).
4. Laporan laba ditahan atau saldo laba
(statement of retained earning).
5. Laporan perubahan dana investasi
terikat (statement of change in restricted investment).
6. Laporan sumber dan penggunaan dana
zakat, infaq, dan shadaqah (statement of source and use of fund in zakat and
charity fund.
7. Laporan sumber dan penggunaan dana
qadhuk hasan (statement of source of fund in qard fund).
Empat
laporan pertama adalah unsur laporan keuangan yang sudah dikenal selama ini
secara konvensional, sedangkan tiga yang terakhir bersifat khas. Ketiga laporan
yang terakhir muncul akibat perbedaan peran dan fungsi bank syariah,
dibandingkan bank konvensional.
BAB III
KESIMPULAN
1.1 Kesimpulan
Pada saat ini, banyak pebisnis-pebisnis yang mulai merambah
dan beralih menggunakan prinsip syariah dalam usahanya. Oleh karena itu,
pembuatan dan penyusunan standar akuntansi keuangan syariah perlu dibuat untuk
menyambut tantangan dan perkembangan tersebut. Namun tidak banyak orang yang
mengetahui tentang cabang akuntansi yang tergolong baru ini. Sehingga
diperlukan pengenalan dan pelatihan untuk mensosialisasikan standar akuntansi
keuangan syariah ini.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Akuntan. Ikatan. 2018. Standar Akuntansi Keuangan.
(http://www.iaiglobal.or.id/v03/standar-akuntansi-keuangan/sas-efektif-16-sak-syariah-efektif-per-1-januari-2018 di akses pada tanggal 3 Oktober 2019)
Akuntan.Ikatan. 2018. Standar Akuntansi Keuangan Syariah.
(http://www.iaiglobal.or.id/v03/standar-akuntansi-keuangan/syariah di akses pada tanggal 3 Oktober 2019)
Akuntan, Ikatan. 2017. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
Syariah
(https://abufadilah.files.wordpress.com/2011/07/psak-101.pdf diakses pada 3 Oktober
2019)
Koperasi. 2018. Perbedaan Akuntansi Syariah dan Akuntansi
Konvensional.
di
akses pada tanggal 3 Oktober 2019)
Kompasiana. 2018. Penyajian Laporan Keuangan Syariah.
(https://www.kompasiana.com/ummisafira/5adc6bd6cbe5235f936e3783/penyajian-laporan-keuangan-syariah?page=all di akses pada tanggal 3 Oktober 2019)
Online, Akuntansi. 2016. Standar
Akuntansi Keuangan Syariah.
(https://www.akuntansionline.id/standar-akuntansi-keuangan-syariah/
di akses pada tanggal 3 Oktober 2019)
Sherly Jihan. 2018. Penulisan Makalah
tanggal 18 September
2019)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar