MAKALAH
AKUNTANSI
KEUANGAN SYARIAH
PENTINGNYA
ILMU AKUNTANSI DALAM AKTIVITAS ORGANISASI
DAN
SEJARAH BERKEMBANGNYA AKUTANSI SYARIAH
DI
DUNIA DAN DI INDONESIA
Diajukan
Sebagai
Tugas
E-Learning Pertemuan 1
Dosen Pengampu :
Lucky Nugroho, SE,
MM, M.Ak
Disusun oleh:
Sherly Jihan Adina (33217010001)
UNIVERSITAS
MERCU BUANA
PROGRAM
STUDI D3 AKUNTANSI
FAKULTAS
EKONOMI DAN BISNIS
JAKARTA
KATA
PENGANTAR
Saya
ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada semua yang telah mendukung untuk
mempersiapkan makalah ini hingga selesai. Kami bersyukur atas rahmat dan ridho
Allah SWT, makalah ini dapat tersusun dengan baik. Makalah ini ditujukan untuk
penyelesaian tugas E-Learning saya yang berjudul “Pentingnya Ilmu Akuntansi Dalam Aktivitas Organisasi
Dan Sejarah Berkembangnya Akutansi Syariah Di Dunia Dan Di Indonesia” dalam mata
kuliah yang saya ambil yakni Akuntansi Keuangan Syariah yang di ajarkan oleh
dosen pengampu saya Lucky Nugroho, SE, MM, M.Ak.
Dalam penyusunan ini saya masih
banyak kesalahan tulisan maupun tata bahasa, kesalahan dari makalah ini menjadi
tanggung jawab kami. Kami menerima kritik maupun saran pembaca.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Akuntansi
dikenal sebagai sistem pembukuan “double entry”. Menurut sejarah yang
diketahui awam dan terdapat dalam berbagai buku “Teori Akuntansi”,
disebutkan muncul di Italia pada abad ke-13 yang lahir dari tangan seorang
Pendeta Italia bernama Luca Pacioli. Beliau menulis buku “Summa de
Arithmatica Geometria et Propotionalita” dengan memuat satu bab mengenai “Double
Entry Accounting System”. Dengan demikian mendengar kata “Akuntansi
Syariah” atau “Akuntansi Islam“, mungkin awam akan mengernyitkan
dahi seraya berpikir bahwa hal itu sangat mengada-ada.
Namun
apabila kita pelajari “Sejarah Islam” ditemukan bahwa setelah
munculnya Islam di Semananjung Arab di bawah pimpinan Rasulullah SAW dan
terbentuknya Daulah Islamiah di Madinah yang kemudian di lanjutkan oleh para
Khulafaur Rasyidin terdapat undang-undang akuntansi yang diterapkan untuk
perorangan, perserikatan (syarikah) atau perusahaan, akuntansi wakaf, hak-hak
pelarangan penggunaan harta (hijr), dan anggaran negara. Rasulullah SAW sendiri
pada masa hidupnya juga telah mendidik secara khusus beberapa sahabat untuk
menangani profesi akuntan dengan sebutan “hafazhatul amwal” (pengawas
keuangan). Bahkan Al Quran sebagai kitab suci umat Islam menganggap masalah ini
sebagai suatu masalah serius dengan diturunkannya ayat terpanjang , yakni surah
Al-Baqarah ayat 282 yang menjelaskan fungsi-fungsi pencatatan transaksi,
dasar-dasarnya, dan manfaat-manfaatnya, seperti yang diterangkan oleh
kaidah-kaidah hukum yang harus dipedomani dalam hal tersebut. Sebagaimana pada
awal ayat tersebut menyatakan “Hai, orang-orang yang beriman apabila kamu
bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya
dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah
telah mengajarkannya ………”.
Dengan
demikian, dapat kita saksikan dari sejarah, bahwa ternyata Islam lebih dahulu
mengenal system akuntansi, karena Al Quran telah diturunkan pada tahun 610 M,
yakni 800 tahun lebih dahulu dari Luca Pacioli yang menerbitkan bukunya pada
tahun 1494. Dari sisi ilmu pengetahuan, Akuntansi adalah ilmu informasi yang
mencoba mengkonversi bukti dan data menjadi informasi dengan cara melakukan
pengukuran atas berbagai transaksi dan akibatnya yang dikelompokkan dalam
account, perkiraan atau pos keuangan seperti aktiva, utang, modal, hasil,
biaya, dan laba. Dalam Al Quran disampaikan bahwa kita harus mengukur secara
adil, jangan dilebihkan dan jangan dikurangi. Kita dilarang untuk menuntut
keadilan ukuran dan timbangan bagi kita, sedangkan bagi orang lain kita
menguranginya. Dalam hal ini, Al Quran menyatakan dalam berbagai ayat, antara
lain dalam surah Asy-Syu’ara ayat 181-184 yang berbunyi:“Sempurnakanlah
takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang merugikan dan timbanglah
dengan timbangan yang lurus. Dan janganlah kamu merugikan manusia pada
hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan
dan bertakwalah kepada Allah yang telah menciptakan kamu dan umat-umat yang
dahulu.
Kebenaran
dan keadilan dalam mengukur (menakar) tersebut, menurut Umer Chapra juga
menyangkut pengukuran kekayaan, utang, modal pendapatan, biaya, dan laba
perusahaan, sehingga seorang Akuntan wajib mengukur kekayaan secara benar dan
adil. Seorang Akuntan akan menyajikan sebuah laporan keuangan yang disusun dari
bukti-bukti yang ada dalam sebuah organisasi yang dijalankan oleh sebuah
manajemen yang diangkat atau ditunjuk sebelumnya. Manajemen bisa melakukan apa
saja dalam menyajikan laporan sesuai dengan motivasi dan kepentingannya,
sehingga secara logis dikhawatirkan dia akan membonceng kepentingannya. Untuk
itu diperlukan Akuntan Independen yang melakukan pemeriksaaan atas laporan
beserta bukti-buktinya. Metode, teknik, dan strategi pemeriksaan ini dipelajari
dan dijelaskan dalam Ilmu Auditing.
Dalam
Islam, fungsi Auditing ini disebut “tabayyun” sebagaimana yang
dijelaskan dalam Surah Al-Hujuraat ayat 6 yang berbunyi: “Hai orang-orang
yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka
periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu
kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas
perbuatanmu itu.”
Kemudian,
sesuai dengan perintah Allah dalam Al Quran, kita harus menyempurnakan
pengukuran di atas dalam bentuk pos-pos yang disajikan dalam Neraca,
sebagaimana digambarkan dalam Surah Al-Israa’ ayat 35 yang berbunyi: “Dan
sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang
benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
Dari
paparan di atas, dapat kita tarik kesimpulan, bahwa kaidah Akuntansi dalam
konsep Syariah Islam dapat didefinisikan sebagai kumpulan dasar-dasar hukum
yang baku dan permanen, yang disimpulkan dari sumber-sumber Syariah Islam dan
dipergunakan sebagai aturan oleh seorang Akuntan dalam pekerjaannya, baik dalam
pembukuan, analisis, pengukuran, pemaparan, maupun penjelasan, dan menjadi
pijakan dalam menjelaskan suatu kejadian atau peristiwa.
Dasar
hukum dalam Akuntansi Syariah bersumber dari Al Quran, Sunah Nabwiyyah, Ijma
(kespakatan para ulama), Qiyas (persamaan suatu peristiwa tertentu, dan
‘Uruf (adat kebiasaan) yang tidak bertentangan dengan Syariah Islam.
Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah, memiliki karakteristik khusus yang membedakan
dari kaidah Akuntansi Konvensional. Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah sesuai
dengan norma-norma masyarakat islami, dan termasuk disiplin ilmu sosial yang
berfungsi sebagai pelayan masyarakat pada tempat penerapan Akuntansi tersebut.
Persamaan kaidah Akuntansi Syariah dengan Akuntansi Konvensional terdapat pada
hal-hal sebagai berikut:
- Prinsip pemisahan jaminan keuangan dengan prinsip unit ekonomi;
- Prinsip penahunan (hauliyah) dengan prinsip periode waktu atau tahun pembukuan keuangan;
- Prinsip pembukuan langsung dengan pencatatan bertanggal;
- Prinsip kesaksian dalam pembukuan dengan prinsip penentuan barang;
- Prinsip perbandingan (muqabalah) dengan prinsip perbandingan income dengan cost (biaya);
- Prinsip kontinuitas (istimrariah) dengan kesinambungan perusahaan;
- Prinsip keterangan (idhah) dengan penjelasan atau pemberitahuan.
Sedangkan perbedaannya, menurut
Husein Syahatah, dalam buku Pokok-Pokok Pikiran Akuntansi Islam, antara lain,
terdapat pada hal-hal sebagai berikut:
- Para ahli akuntansi modern berbeda pendapat dalam cara menentukan nilai atau harga untuk melindungi modal pokok, dan juga hingga saat ini apa yang dimaksud dengan modal pokok (kapital) belum ditentukan. Sedangkan konsep Islam menerapkan konsep penilaian berdasarkan nilai tukar yang berlaku, dengan tujuan melindungi modal pokok dari segi kemampuan produksi di masa yang akan datang dalam ruang lingkup perusahaan yang kontinuitas;
- Modal dalam konsep akuntansi konvensional terbagi menjadi dua bagian, yaitu modal tetap (aktiva tetap) dan modal yang beredar (aktiva lancar), sedangkan di dalam konsep Islam barang-barang pokok dibagi menjadi harta berupa uang (cash) dan harta berupa barang (stock), selanjutnya barang dibagi menjadi barang milik dan barang dagang;
- Dalam konsep Islam, mata uang seperti emas, perak, dan barang lain yang sama kedudukannya, bukanlah tujuan dari segalanya, melainkan hanya sebagai perantara untuk pengukuran dan penentuan nilai atau harga, atau sebagi sumber harga atau nilai;
- Konsep konvensional mempraktekan teori pencadangan dan ketelitian dari menanggung semua kerugian dalam perhitungan, serta mengenyampingkan laba yang bersifat mungkin, sedangkan konsep Islam sangat memperhatikan hal itu dengan cara penentuan nilai atau harga dengan berdasarkan nilai tukar yang berlaku serta membentuk cadangan untuk kemungkinan bahaya dan resiko;
- Konsep konvensional menerapkan prinsip laba universal, mencakup laba dagang, modal pokok, transaksi, dan juga uang dari sumber yang haram, sedangkan dalam konsep Islam dibedakan antara laba dari aktivitas pokok dan laba yang berasal dari kapital (modal pokok) dengan yang berasal dari transaksi, juga wajib menjelaskan pendapatan dari sumber yang haram jika ada, dan berusaha menghindari serta menyalurkan pada tempat-tempat yang telah ditentukan oleh para ulama fiqih. Laba dari sumber yang haram tidak boleh dibagi untuk mitra usaha atau dicampurkan pada pokok modal;
- Konsep konvensional menerapkan prinsip bahwa laba itu hanya ada ketika adanya jual-beli, sedangkan konsep Islam memakai kaidah bahwa laba itu akan ada ketika adanya perkembangan dan pertambahan pada nilai barang, baik yang telah terjual maupun yang belum. Akan tetapi, jual beli adalah suatu keharusan untuk menyatakan laba, dan laba tidak boleh dibagi sebelum nyata laba itu diperoleh.
Dengan demikian, dapat diketahui,
bahwa perbedaan antara sistem Akuntansi Syariah Islam dengan Akuntansi
Konvensional adalah menyentuh soal-soal inti dan pokok, sedangkan segi
persamaannya hanya bersifat aksiomatis.
Menurut, Toshikabu Hayashi dalam
tesisnya yang berjudul “On Islamic Accounting”, Akuntansi Barat
(Konvensional) memiliki sifat yang dibuat sendiri oleh kaum kapital dengan
berpedoman pada filsafat kapitalisme, sedangkan dalam Akuntansi Islam ada “meta
rule” yang berasal diluar konsep akuntansi yang harus dipatuhi, yaitu hukum
Syariah yang berasal dari Tuhan yang bukan ciptaan manusia, dan Akuntansi Islam
sesuai dengan kecenderungan manusia yaitu “hanief” yang menuntut agar
perusahaan juga memiliki etika dan tanggung jawab sosial, bahkan ada
pertanggungjawaban di akhirat, dimana setiap orang akan mempertanggungjawabkan
tindakannya di hadapan Tuhan yang memiliki Akuntan sendiri (Rakib dan Atid)
yang mencatat semua tindakan manusia bukan saja pada bidang ekonomi, tetapi
juga masalah sosial dan pelaksanaan hukum Syariah lainnya.
Jadi, dapat kita simpulkan dari
uraian di atas, bahwa konsep Akuntansi Islam jauh lebih dahulu dari konsep
Akuntansi Konvensional, dan bahkan Islam telah membuat serangkaian kaidah yang
belum terpikirkan oleh pakar-pakar Akuntansi Konvensional. Sebagaimana yang
terjadi juga pada berbagai ilmu pengetahuan lainnya, yang ternyata sudah
diindikasikan melalui wahyu Allah dalam Al Qur’an. “……… Dan Kami turunkan
kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk
serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.”
(QS.An-Nahl/16:89)
1.2 Rumusan Masalah :
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yakni sebagai
berikut:
1.
Bagaimana
pentingnya Ilmu Akuntansi?
2.
Apa
definisi dari Akuntansi Syariah dan Perbedaannya dengan Akuntansi Konvensional?
3.
Bagaimana
Perkembangan Ilmu Akuntansi Syariah di Dunia dan di Indonesia?
1.3 Tujuan :
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini ialah sebagai
berikut.
1.
Mengetahui
Pentingnya Ilmu Akuntansi.
2.
Mengetahui
Definisi dari Akuntansi Syariah dan perbedaannya dengan Akuntansi konvensional.
3.
Mengetahui
Perkembangan ilmu akuntansi syariah di dunia dan di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pentingnya
Ilmu Akuntansi dalam Aktivitas Organisasi
Dari zaman
dahulu ilmu akuntansi sebenarnya telah diterapkan. Namun masih tergolong
sederhana dan belum sesuai dengan standar yang sekarang ini diterapkan. Tanpa
kita sadari dalam sehari-hari kita telah menerapkan akuntansi. Dari hal yang
sederhana sampai dalam lingkup perusahaan. Banyak lembaga pendidikan yang
menyediakan program studi akuntansi. Mulai dari Sekolah Menengah Kejuruan
sampai pada universitas. Di Sekolah Menengahpun dibahas meskipun hanya sedikit.
Akuntansi sendiri merupakan ilmu pembukuan yang kemudian dikembangkan untuk
kepentingan lembaga baik perusahaan maupun bentuk lainnya.
Akuntansi memiliki tiga aktivitas atau kegiatan utama, yaitu :
Akuntansi memiliki tiga aktivitas atau kegiatan utama, yaitu :
1.
Aktivitas identifikasi yaitu
mengidentifikasikan transaksi-transaksi yang terjadi dalam perusahaan.
2.
Aktivitas pencatatan yaitu aktivitas
yang dilakukan untuk mencatat transaksi-transaksi yang telah diidentifikasi
secara kronologis dan sistematis.
3.
Aktivitas komunikasi yaitu aktivitas
untuk mengkomunikasikan informasi akuntansi dalam bentuk laporan keuangan
kepada para pemakai laporan keuangan atau pihak yang berkepentingan baik
internal perusahaan maupun pihak eksternal.
Akuntansi di dalam sebuah instansi sangatlah
penting. Dimana dengan akuntansi membantu dalam mencapai sebuah tujuan.
Misalnya saja dalam menarik investor diperlukan laporan keuangan guna
memaparkan kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba. Selain itu, negara juga
memerlukannya untuk menarik besarnya pajak. Dalam hal itu, seorang akuntan
sangatlah berpengaruh. Dibutuhkan akuntan yang memiliki nilai-nilai konservasi.
Didalam ilmu akuntansi telah berkembang
bidang-bidang khusus dimana perkembangan tersebut disebabkan oleh meningkatnya
jumlah dan ukuran perusahaan serta peraturan pemerintah. Adapun bidang-bidang
akuntansi yang telah mengalami perkembangan antara lain sebagai berikut:
1. Akuntansi
Keuangan (Financial atau General Accounting) menyangkut pencatatan
transaksi-transaksi suatu perusahaan dan penyusunan laporan berkala dimana
laporan tersebut dapat memberikan informasi yang berguna bagi manajemen, para
pemilik dan kreditor.
2. Pemeriksaan
Akuntansi (Auditing) merupakan suatu bidang yang menyangkut pemeriksaan
laporan-laporan keuangan melalui catatan akuntansi secara bebas yaitu laporan
keuangan tersebut diperiksa mengenai kejujuran dan kebenarannya.
3. Akuntansi
Manajemen (Management Accounting) merupakan bidang akuntansi yang menggunakan
baik data historis maupun data data taksiran dalam membantu manajemen untuk
merencanakan operasi-operasi dimasa yang akan datang.
4. Akuntansi
Perpajakan (Tax Accounting) mencakup penyusunan laporan-laporan pajak dan pertimbangan
tentang konsekuensi-konsekuensi dari transaksi-transaksi perusahaan yang akan
terjadi.
5. Akuntansi
Budgeter (Budgetary Accounting) merupakan bidang akuntansi yang merencanakan
operasi-operasi keuangan (anggaran) untuk suatu periode dan memberikan perbandingan
antara operasi-operasi yang sebenarnya dengan operasi yang direncanakan.
6. Akuntansi
untuk Organisasi Nirlaba (Non profit Accounting) merupakan bidang yang
mengkhususkan diri dalam pencatatan transaksi-transaksi perusahaan yang tidak
mencari laba seperti organisasi keagamaan dan yayasan-yayasan sosial.
7. Akuntansi
Biaya (Cost Accounting) merupakan bidanng yang menekankan penentuan dan
pemakaian biaya serta pengendalian biaya tersebut yang pada umumnya terdapat
dalam persahaan industri.
8. Sistem
Akuntansi (Accounting System) meliputi semua tehnik, metode dan prosedur untuk
mencatat dan mengolah data akuntansi dalam rangka memperoleh pengendalian
intern yang baik, dimana pengendalian intern merupakan suatu sistem
pengendalian yang diperoleh dengan adanya struktur organisasi yang memungkinkan
adanya pembagian tugas dan sumber daya manusia yang cakap dan praktek-praktek
yangn sehat.
9. Akuntansi
Sosial (Social Accounting) merupakan bidang yang terbaru dalam akuntansi dan
yang paling sulit untuk diterangkan secara singkat, kerena menyangkut dana-dana
kesejahteraan masyarakat.
Suatu perusahaan
tidak dapat berjalan lancar apabila tidak menerapkan ilmu akuntansi. Dengan
menerapkan ilmu akuntansi diharapkan pihak perusahaan dapat mengambil keputusan
yang sesuai dan tidak merugikan. Dalam ilmu akuntansi ada istilah debet kredit.
Keduanya harus seimbang, sesuai dengan kehidupan kita yang harus diseimbangkan
pula.
2.2 Definisi
Akuntansi Syariah dan Perbedaan dengan Akuntansi Konvensional
Pengertian akuntansi syariah menurut Napier, Akuntansi
syariah adalah bidang akuntansi yang menekankan pada 2 (dua) hal yaitu
akuntabilitas dan pelaporan. Akuntabilitas tercermin dari tauhid yaitu dengan
menjalankan segala aktivitas ekonomi sesuai dengan ketentuan Islam. Sedang
pelaporan ialah bentuk pertanggungjawaban kepada Allah dan manusia.
Sedangkan menurut Dr. Omar Abdullah Zaid, yakni Suatu aktivitas yang teratur
berkaitan dengan pencatatan transaksi, tindakan, serta keputusan yang sesuai
dengan syariat dan jumlah-jumlahnya di dalam catatan yang representatif,
sehingga berkaitan dengan pengukuran dengan hasil keuangan yang berimplikasi
pada transaksi, tindakan, dan keputusan tersebut untuk membantu pengambilan
keputusan yang tepat.
Dalam pendapatnya Adnan M. Akhyar mengemukakan bahwa, Akuntansi syariah adalah
praktek akuntansi yang bertujuan untuk membantu mencapai keadilan sosial
ekonomi dan mengenal sepenuhnya akan kewajiban kepada Tuhan, individu, dan
masyarakat yang berhubungan dengan pihak-pihak terkait pada aktivitas ekonomi
seperti akuntan, manajer, auditor, pemilik, pemerintah sebagai sarana bentuk
Ibadah.
Dan menurut Sofyan S. Harahap, Akuntansi syariah adalah penggunaan akuntansi
dalam menjalankan syariah Islam. Akuntansi syariah ada dua versi, akuntansi
syariah yang yang secara nyata telah diterapkan pada era di mana masyarakat
menggunakan sistem nilai islami khususnya pada era Nabi SAW, Khulaurrasyidiin,
dan pemerintah Islam lainnya. Kedua Akuntansi syariah yang saat ini muncul di
era kegiatan ekonomi dan sosial dikuasai oleh sistem nilai kapitalis yang
berbeda dari sistem nilai Islam.
Ada beberapa hal yang membedakan antara
akuntansi konvensional dan akuntansi syariah, terutama pada prinsip yang
melandasi keduanya. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.
Akuntansi Konvensional
|
Akuntansi Syariah
|
|
Postulat Entitas
|
Pemisahan antara bisnis dan pemilik.
|
Entitas didasarkan pada bagi hasil.
|
Postulat Periode Akuntansi
|
Tidak dapatmenunggu sampai akhir kehidupan
perusahaan dengan mengukur keberhasilan aktivitas perusahaan.
|
Setiap tahun dikenai zakat, kecuali untuk
produk pertanian yang dihitung setiap panen.
|
Postulat Unit Pengukuran
|
Nilai Uang
|
Kuantitas nilai pasar digunakan untuk
menentukan zakat binatang, hasil pertanian dan emas.
|
Prinsip Penyingkapan Penuh
|
Bertujuan untuk mengambil keputusan.
|
Menunjukkan pemenuhan hak dan kewajiban
kepada Allah, masyarakat dan individu.
|
Prinsip Obyektifitas
|
Reabilitas pengukuran digunakan dengan dasar
bias personal.
|
Berhubungan erat dengan konsep ketaqwaan,
yaitu pengeluaran materi maupun non materi untuk memenuhi kewajiban.
|
Prinsip Materi
|
Dihubungkan dengan kepentingan relatif
mengenai informasi pembuatan keputusan.
|
Berhubungan dengan pengukuran dan pemenuhan
tugas/kewajiban kepada Allah, masyarakat dan individu.
|
Prinsip Konsistensi
|
Dicatat dan dilaporkan menurut pola GAAP
|
Dicatat dan dilaporkan secara konsisten
sesuai dengan prinsip yang dijabarkan oleh syariah.
|
Prinsip Konservatisme
|
Pemilihan teknik akuntansi yang sedikit
pengruhnya terhadap pemilik.
|
Pemilihan teknik akuntansi dengan
memperhatikan dampak baik terhadap masyarakat.
|
2.3 Perkembangan
Ilmu Akuntansi Syariah di Dunia dan di Indonesia
Sejarah perkembangan akuntansi syariah dapat dibagi menjadi
2 bagian. Bagian pertama sejarah perkembangan akuntansi syariah di dunia
sedangkan bagian kedua adalah sejarah perkembangan akuntansi syariah di
Indonesia.
1.
Sejarah Perkembangan Akuntansi
Syariah di Dunia
Sejarah akuntansi syariah telah ada
sejak diturunkannya Al-Qur'an pada tahun 610 M, yakni 800 tahun lebih dahulu
dari Luca Pacioli yang menerbitkan buku sebagai dasar akuntansi pada tahun 1494
M. Setelah munculnya Islam di Semananjung Arab di bawah pimpinan Rasulullah
Saw. dan terbentuknya Daulah Islamiah di Madinah yang telah memiliki Baitul
Mal, yaitu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai bendahara negara dan
penjamin kesejahteraaan sosial. Lembaga keuangan tersebut telah menerapkan
sistem akuntansi keuangan atau pencatatan keuangan yang disebut kitabat al
amwal (pencatatan uang). Rasulullah Saw. telah mendidik secara khusus
beberapa sahabat untuk menangani profesi akuntan dengan sebutan hafazhatul
amwall pengawas keuangan. Sepeninggal Rasulullah Saw. (Zaid, 2000 dan
Hawari, 1988), kemudian dilanjutkan oleh para khulafaur Rasyidin dengan
membuat undang-undang akuntansi yang diterapkan untuk perseorangan, perikatan (syarikah)
atau perusahaan, akuntansi wakaf, hak-hak pelarangan penggunaan harta (hijr),
dan anggaran negara. Di zaman Umar bin Khatab perkembangan pemerintahan Islam
sampai Timur Tengah, Afrika, dan Asia sehingga mengakibatkan terjadinya
peningkatan penerimaan dan pengeluaran negara. Para sahabat merekomendasikan
perlunya pencatatan untuk pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran negara
sehingga pada saat itu pemerintahan Umar bin Khatab mendirikan suatu lembaga
yang disebut dengan Diwan.
Pada zaman Umar bin Abdul Aziz
(681-720 M) dikembangkan reliabilitas laporan keuangan pemerintah dengan kewajiban
mengeluarkan bukti penerimaan uang (Imam, 1951). Al Waleed bin Abdul Malik
(705-715 M) mengenalkan catatan dan register yang terjilid dan tidak terpisah.
Evolusi perkembangan pengelolaan buku akuntansi mencapai tingkat tertinggi di
zaman pemerintahan Daulah Abbasiah yang akuntansi diklasifikasikan atas
beberapa spesialisasi, seperti akuntansi peternakan, akuntansi pertanian,
akuntansi bendahara, akuntansi konstruksi, akuntansi mata uang, dan pemeriksaan
buku atau auditing (Al-Kalkashandy, 1913).
Sistem pembukuan menggunakan model
buku besar, yang meliputi sebagai berikut.
a.
Jaridah al-kharaj (menyerupai receivable subsidiary
ledger) yang menunjukkan utang individu atas zakat tanah, hasil pertanian,
utang hewan ternak, dan cicilan. Utang individu dicatat dalam satu kolom dan
cicilan pembayaran di kolom lain (Lasheen, 1973).
b.
Jaridah annafakat (jurnal pengeluaran).
c.
Jaridah al mal (jurnal dana).
d.
Mencatat penerimaan dan pengeluaran
dana zakat.
e.
Jaridah al musadareen.
f.
Mencatat penerimaan denda/sita dari
individu yang tidak sesuai syariah, termasuk korupsi.
Laporan akuntansi berupa, seperti
berikut.
a.
Al-khitmah, menunjukkan total pendapatan dan
pengeluaran yang dibuat setiap bulan (Bin Jafar, 1981).
b.
Al-khitmah al jame'ah, laporan keuangan komprehensif
berupa gabungan antara income statement dan balance sheet
(pendapatan, pengeluaran, surplus/defisit, belanja untuk aset lancar maupun
aset tetap) dilaporkan akhir tahun.
Dalam
perhitungan dan penerimaan zakat. Utang zakat diklasifikasikan menjadi tiga
kategori dalam laporan keuangan, yaitu:
a.
collectable debts,
b.
debtful debts, dan
c.
uncollectable debts (Al-Khawarizmi, 1984).
Buku
Pacioli didasarkan pada tulisan Leonardo of Piza, orang Eropa pertama yang
menerjemahkan buku Algebra yang berisikan dasar-dasar mengenai bookkeeping
yang berbahasa Arab ke dalam bahasa Itali (Balk 1960) yang praktik bookkeeping
telah diterapkan oleh para pedagang yang barasal dari Mesir (Heaps:1895).
Karena begitu pentingnya akuntansi ini, Allah SWT. mencantumkan dalam Al-quran
yang merupakan ayat terpanjang dalam surat Al-baqarah, Ayat 282:
282. Hai orang-orang yang beriman,
apabila kamu bermu'amalah[179] tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan,
hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu
menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana
Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang
berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia
bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada
hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah
(keadaannya) atau Dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah walinya
mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari
orang-orang lelaki (di antaramu). jika tak ada dua oang lelaki, Maka (boleh)
seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai,
supaya jika seorang lupa Maka yang seorang mengingatkannya. janganlah
saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan
janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas
waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih
menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu.
(Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang
kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak
menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis
dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), Maka
Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada
Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.
[179] Bermuamalah ialah seperti
berjualbeli, hutang piutang, atau sewa menyewa dan sebagainya.
Ayat ini menjelaskan fungsi-fungsi
pencatatan (kitabah) dalam bermuamalah (bertransaksi), penunjukan
seorang pencatat beserta saksinya, dasar-dasarnya, dan manfaat-manfaatnya.
Kewajiban membayar zakat mendorong Lembaga Baitul Mal pemerintahan Islam untuk membuat
laporan keuangan secara periodik. Demikian pula, memaksa para pedagang muslim
untuk mengklasifikasikan hartanya sesuai dengan ketentuan zakat dan membayar
zakatnya jika telah memenuhi nisab dan haul.
Perkembangan
Akuntansi Syariah banyak dipicu oleh keberadaan berbagai lembaga keuangan yang
mencoba membangun dirinya berdasarkan syariah Islamiah. Kemunculan lembaga
keuangan syariahpun merupakan konsekwensi logis dari kesadaran banyak pihak
untuk kembali ke khittah, yakni dasar landasan islam yang bersifat
sempurna dan komprehensif, dan diterapkan secara menyeluruh. Secara lebih
spesifik, wacana dan pengembangan akuntansi syariah berawal dari kesadaran
bahwa akuntansi adalah sebuah alat dalam bisnis. Akuntansi jika dilihat dari
aspek historisnya, bukan ilmu baru yang lahir kemarin sore, melainkan sudah ada
sejak ribuan tahun yang lalu.
Sejak itu,
telah banyak tulisan atau publikasi tentang akuntanasi syariah oleh pakar,
misalnya Abdel-Magid (1981), Ba-Yunus (1988), Badawi (1988), Hayashi (1989),
Adnan (1997), Triwuyono (1997). Kendati ada kesan bahwa pada mulanya pakar
berbeda pendapat dalam melihat urgensi dibedakannya akuntansi syariah dan
konvensional, atau merubah sedikit saja apa yang sudah ada dalam akuntansi
konvensional, namun dalamperkembangan berikutnya, gumpalan semangatyang berbeda
cukup menguat. Ini memuncak setelah dilakukan berbagai studi yang kemudian
dijadikan landasan untuk dibentuknnya The Financial Accounting Organization
for Islamic Banks and Financial Institutions (FAO-IBFI) pada tahun 1990.
Dan perkembangan lembaga ini kemudian berganti nama menjadi The Accounting
and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions
(AAO-IFI).
2.
Sejarah Akuntansi Syariah di
Indonesia
Di Indonesia sejak pertama kali,
tahun 1997, istilah akuntansi syariah diluncurkan, wacana ini menggema dan
berkembang begitu cepat. Bahkan akuntansi ini membelah menjadi dua bagian yaitu
Akuntansi syariah filosofis-teoretis dan akuntansi syariah praktis,
mirip sel hidup yang membelah dan membiakkan diri. Keduannya eksis secara
positif memperkaya khasanah kajian dan praktik asuransi syariah. Pada tingkat
filosofis-teoretis ini, para penulis jarang atau sama sekali tidak membicarakan
konsep-konsep praktis yang bisa langsung dipraktikkan di dunia nyata. Kajian
pada tingkat ini sangat berharga untuk memperkaya Akuntansi Syariah sebagai
ilmu pengetahuan; dan juga berguna untuk merumuskan teknik akuntansi yang akan
dipraktikkan di dalam dunia nyata. Sedangkan akuntansi praktis adalah akuntansi
(syariah) yang sudah dipraktikkan dalam dunia nyata.
Di Indonesia akhirnya pada tanggal 1
Mei 2002 telah disahkan PSAK 59 Akuntansi Perbankan Syariah dan Kerangka Dasar
Penyusunan Laporan Keuangan Bank Syariah yang resmi berlaku sejak 1 Januari
2003. Adapun kronologis penyusunan PSAK perbankan syariah dijelaskan oleh Yanto
(2003) sebagai berikut:
1)
Januari-Juni 1999, masyarakat mulai
memberi usul mengenai standar akuntansiuntuk Bank Syariah.
2)
Juli 1999, usulan masuk ke dewan
konsultatif SAK.
3)
Agustus 1999, dibentuk tim penyusun
peryataan SAK bank syariah.
4)
Desember 2000, tim penyusun
menyelesaikan konsep exposure draft.
5)
1 Juni 2001, exposure draft disahkan
mengenai kerangka. Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Bank Syariah
dan PSAK Akuntansi Perbankan Syariah.
6)
1 Mei 2002, pengesahan Kerangka
Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Bank Syariah dan PSAK Akuntansi
Perbankan Syariah.
Setelah 3
tahun digunakan, banyak yang merasa bahwa PSAK 59 hanya bisa di aplikasikan
pada tiga jenis entitas saja seperti yang tertuang dalam ruang lingkup
akuntansi perbankan syariah yaitu bahwa PSAK 59 hanya digunakan untuk bank umum
syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS), dan Bank Pengkreditan Rakyat Syariah
(BPRS). Pada akhirnya tanggal 18 Oktober 2005 IAI merespon dengan membentuk
Komite Asuransi Syariah (KAS) yang bertugas untuk merumuskan standar akuntansi
syariah. 19 September 2006 Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) menyetujui
untuk menyebar luaskan Exposure Draft PSAK Syariah yang terdiri dari:
1)
Kerangka Dasar Penyusunan dan
Penyajian Laporan Keuangan Syariah (KDPPLKS)
2)
PSAK 101 : Penyajian Laporan Keuangan Syariah.
3)
PSAK 102 : Akuntansi Murabahah.
4)
PSAK 103 : Akuntansi Salam.
5)
PSAK 104 : Akuntansi Istisna’.
6)
PSAK 105 : Akuntansi Mudharabah.
7)
PSAK 106 : Akuntansi Musyarakah.
Selanjutnya
pada tanggal 26 Februari 2008 Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) juga telah
mengeluarkan 3 exposure draft PSAK Syariah tambahan yaitu: ED PSAK 107 tentang
akuntansi Ijarah, ED PSAK 108 tentang akuntansi Penyelesaian Utang Piutang
Murabahah, dan ED PSAK 109 tentang Akuntansi Zakat dan Infaq/Sedekah.
Dengan
dasar yang tertera dalam Rapat Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama’ Indonesia
(DSN-MUI) sebagai berikut.
Nomor Fatwa
|
Tentang
|
Tabel
Fatwa DSN MUI
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Akuntansi
syariah memiliki peran penting dalam keberlangsungan ilmu akuntansi, terutama
di Indonesia yang sebagian besar masyarakatnya adalah muslim. Standar
akuntansi keuangan syariah sudah dirancang oleh Ikatan
Akuntan Indonesia (IAI) dan berdasarkan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI)
sebagai aturan baku yang mengatur pengoperasiannya.
Para
akuntan yang telah belajar dan sepakat bahwa akuntansi
adalah disiplin ilmu yang universal dan obyektif. Awalnya memang sulit untuk
menerima gagasan ketika ilmu akuntansi dihubungkan dengan beberapa
prinsip agama.
Dan
faktanya, masyarakat Islam menjalani bisnis di bawah prinsip dan asumsi
yang sedikit berbeda. Saat menjalankan suatu bisnis yang menetapkan akuntansi
syariah, mereka memiliki cara yang lebih baik terhadap pelanggan, karyawan dan
kompetitor.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Azahri Ismul. 2010. Human Resource Dalam Perspektif Akuntansi Islam
(https://isa7695.wordpress.com/page/18/?archives-list&archives-type=tags
di akses pada tanggal 18 September 2019)
Novia. 2017. Pengertian dan Kelebihan Sistem Akuntansi Syariah
(https://www.jurnal.id/id/blog/2017-pengertian-kelebihan-sistem-akuntansi-syariah/
di akses pada tanggal 18 September 2019)
Saifuddin Agung. 2015. Sejarah Akuntansi: Konvensional dan
Syariah
(http://agung-saifuddin.blogspot.com/2015/10/sejarah-akuntansi-konvensional-dan.html
di akses pada tanggal 18 September 2019)
Sherly Jihan. 2018. Penulisan Makalah
(http://sherlyjihanadina.blogspot.com/2018/12/penulisan-makalah.html
di akses pada tanggal 18 September 2019)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar