Kamis, 10 Oktober 2019

PENTINGNYA ILMU AKUNTANSI DALAM AKTIVITAS ORGANISASI DAN SEJARAH BERKEMBANGNYA AKUTANSI SYARIAH DI DUNIA DAN DI INDONESIA


MAKALAH
AKUNTANSI KEUANGAN SYARIAH

PENTINGNYA ILMU AKUNTANSI DALAM AKTIVITAS ORGANISASI
DAN SEJARAH BERKEMBANGNYA AKUTANSI SYARIAH
DI DUNIA DAN DI INDONESIA
Diajukan Sebagai
Tugas E-Learning Pertemuan 1





Dosen Pengampu :
Lucky Nugroho, SE, MM, M.Ak

Disusun oleh:
Sherly Jihan Adina      (33217010001)


UNIVERSITAS MERCU BUANA
PROGRAM STUDI D3 AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
JAKARTA
KATA PENGANTAR

            Saya ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada semua yang telah mendukung untuk mempersiapkan makalah ini hingga selesai. Kami bersyukur atas rahmat dan ridho Allah SWT, makalah ini dapat tersusun dengan baik. Makalah ini ditujukan untuk penyelesaian tugas E-Learning saya yang berjudul “Pentingnya Ilmu Akuntansi Dalam Aktivitas Organisasi Dan Sejarah Berkembangnya Akutansi Syariah Di Dunia Dan Di Indonesia” dalam mata kuliah yang saya ambil yakni Akuntansi Keuangan Syariah yang di ajarkan oleh dosen pengampu saya Lucky Nugroho, SE, MM, M.Ak.
Dalam penyusunan ini saya masih banyak kesalahan tulisan maupun tata bahasa, kesalahan dari makalah ini menjadi tanggung jawab kami. Kami menerima kritik maupun saran pembaca.


           

Penulis

















BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Akuntansi dikenal sebagai sistem pembukuan “double entry”. Menurut sejarah yang diketahui awam dan terdapat dalam berbagai buku “Teori Akuntansi”, disebutkan muncul di Italia pada abad ke-13 yang lahir dari tangan seorang Pendeta Italia bernama Luca Pacioli. Beliau menulis buku “Summa de Arithmatica Geometria et Propotionalita” dengan memuat satu bab mengenai “Double Entry Accounting System”. Dengan demikian mendengar kata “Akuntansi Syariah” atau “Akuntansi Islam“, mungkin awam akan mengernyitkan dahi seraya berpikir bahwa hal itu sangat mengada-ada.
Namun apabila kita pelajari “Sejarah Islam” ditemukan bahwa setelah munculnya  Islam di Semananjung Arab di bawah pimpinan Rasulullah SAW dan terbentuknya Daulah Islamiah di Madinah yang kemudian di lanjutkan oleh para Khulafaur Rasyidin terdapat undang-undang  akuntansi yang diterapkan untuk perorangan, perserikatan (syarikah) atau perusahaan, akuntansi wakaf, hak-hak pelarangan penggunaan harta (hijr), dan anggaran negara. Rasulullah SAW sendiri pada masa hidupnya juga telah mendidik secara khusus beberapa sahabat untuk menangani profesi akuntan dengan sebutan “hafazhatul amwal” (pengawas keuangan). Bahkan Al Quran sebagai kitab suci umat Islam menganggap masalah ini sebagai suatu masalah serius dengan diturunkannya ayat terpanjang , yakni surah Al-Baqarah ayat 282 yang menjelaskan fungsi-fungsi pencatatan transaksi, dasar-dasarnya, dan manfaat-manfaatnya, seperti yang diterangkan oleh kaidah-kaidah hukum yang harus dipedomani dalam hal tersebut. Sebagaimana pada awal ayat tersebut menyatakan “Hai, orang-orang yang beriman apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya ………”.
Dengan demikian, dapat kita saksikan dari sejarah, bahwa ternyata Islam lebih dahulu mengenal system akuntansi, karena Al Quran telah diturunkan pada tahun 610 M, yakni 800 tahun lebih dahulu dari Luca Pacioli yang menerbitkan bukunya pada tahun 1494. Dari sisi ilmu pengetahuan, Akuntansi adalah ilmu informasi yang mencoba mengkonversi bukti dan data menjadi informasi dengan cara melakukan pengukuran atas berbagai transaksi dan akibatnya yang dikelompokkan dalam account, perkiraan atau pos keuangan seperti aktiva, utang, modal, hasil, biaya, dan laba. Dalam Al Quran disampaikan bahwa kita harus mengukur secara adil, jangan dilebihkan dan jangan dikurangi. Kita dilarang untuk menuntut keadilan ukuran dan timbangan bagi kita, sedangkan bagi orang lain kita menguranginya. Dalam hal ini, Al Quran menyatakan dalam berbagai ayat, antara lain dalam surah Asy-Syu’ara ayat 181-184 yang berbunyi:“Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang merugikan dan timbanglah dengan timbangan yang lurus. Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan dan bertakwalah kepada Allah yang telah menciptakan kamu dan umat-umat yang dahulu.
Kebenaran dan keadilan dalam mengukur (menakar) tersebut, menurut Umer Chapra juga menyangkut pengukuran kekayaan, utang, modal pendapatan, biaya, dan laba perusahaan, sehingga seorang Akuntan wajib mengukur kekayaan secara benar dan adil. Seorang Akuntan akan menyajikan sebuah laporan keuangan yang disusun dari bukti-bukti yang ada dalam sebuah organisasi yang dijalankan oleh sebuah manajemen yang diangkat atau ditunjuk sebelumnya. Manajemen bisa melakukan apa saja dalam menyajikan laporan sesuai dengan motivasi dan kepentingannya, sehingga secara logis dikhawatirkan dia akan membonceng kepentingannya. Untuk itu diperlukan Akuntan Independen yang melakukan pemeriksaaan atas laporan beserta bukti-buktinya. Metode, teknik, dan strategi pemeriksaan ini dipelajari dan dijelaskan dalam Ilmu Auditing.
Dalam Islam, fungsi Auditing ini disebut “tabayyun” sebagaimana yang dijelaskan dalam Surah Al-Hujuraat ayat 6 yang berbunyi: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”
Kemudian, sesuai dengan perintah Allah dalam Al Quran, kita harus menyempurnakan pengukuran di atas dalam bentuk pos-pos yang disajikan dalam Neraca, sebagaimana digambarkan dalam Surah Al-Israa’ ayat 35 yang berbunyi: “Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
Dari paparan di atas, dapat kita tarik kesimpulan, bahwa kaidah Akuntansi dalam konsep Syariah Islam dapat didefinisikan sebagai kumpulan dasar-dasar hukum yang baku dan permanen, yang disimpulkan dari sumber-sumber Syariah Islam dan dipergunakan sebagai aturan oleh seorang Akuntan dalam pekerjaannya, baik dalam pembukuan, analisis, pengukuran, pemaparan, maupun penjelasan, dan menjadi pijakan dalam menjelaskan suatu kejadian atau peristiwa.
Dasar hukum dalam Akuntansi Syariah bersumber dari Al Quran, Sunah Nabwiyyah, Ijma (kespakatan para ulama), Qiyas (persamaan suatu peristiwa tertentu, dan ‘Uruf  (adat kebiasaan) yang tidak bertentangan dengan Syariah Islam. Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah, memiliki karakteristik khusus yang membedakan dari kaidah Akuntansi Konvensional. Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah sesuai dengan norma-norma masyarakat islami, dan termasuk disiplin ilmu sosial yang berfungsi sebagai pelayan masyarakat pada tempat penerapan Akuntansi tersebut. Persamaan kaidah Akuntansi Syariah dengan Akuntansi Konvensional terdapat pada hal-hal sebagai berikut:
  1. Prinsip pemisahan jaminan keuangan dengan prinsip unit ekonomi;
  2. Prinsip penahunan (hauliyah) dengan prinsip periode waktu atau tahun pembukuan keuangan;
  3. Prinsip pembukuan langsung dengan pencatatan bertanggal;
  4. Prinsip kesaksian dalam pembukuan dengan prinsip penentuan barang;
  5. Prinsip perbandingan (muqabalah) dengan prinsip perbandingan income dengan cost (biaya);
  6. Prinsip kontinuitas (istimrariah) dengan kesinambungan perusahaan;
  7. Prinsip keterangan (idhah) dengan penjelasan atau pemberitahuan.
Sedangkan perbedaannya, menurut Husein Syahatah, dalam buku Pokok-Pokok Pikiran Akuntansi Islam, antara lain, terdapat pada hal-hal sebagai berikut:
  1. Para ahli akuntansi modern berbeda pendapat dalam cara menentukan nilai atau harga untuk melindungi modal pokok, dan juga hingga saat ini apa yang dimaksud dengan modal pokok (kapital) belum ditentukan. Sedangkan konsep Islam menerapkan konsep penilaian berdasarkan nilai tukar yang berlaku, dengan tujuan melindungi modal pokok dari segi kemampuan produksi di masa yang akan datang dalam ruang lingkup perusahaan yang kontinuitas;
  2. Modal dalam konsep akuntansi konvensional terbagi menjadi dua bagian, yaitu modal tetap (aktiva tetap) dan modal yang beredar (aktiva lancar), sedangkan di dalam konsep Islam barang-barang pokok dibagi menjadi harta berupa uang (cash) dan harta berupa barang (stock), selanjutnya barang dibagi menjadi barang milik dan barang dagang;
  3. Dalam konsep Islam, mata uang seperti emas, perak, dan barang lain yang sama kedudukannya, bukanlah tujuan dari segalanya, melainkan hanya sebagai perantara untuk pengukuran dan penentuan nilai atau harga, atau sebagi sumber harga atau nilai;
  4. Konsep konvensional mempraktekan teori pencadangan dan ketelitian dari menanggung semua kerugian dalam perhitungan, serta mengenyampingkan laba yang bersifat mungkin, sedangkan konsep Islam sangat memperhatikan hal itu dengan cara penentuan nilai atau harga dengan berdasarkan nilai tukar yang berlaku serta membentuk cadangan untuk kemungkinan bahaya dan resiko;
  5. Konsep konvensional menerapkan prinsip laba universal, mencakup laba dagang, modal pokok, transaksi, dan juga uang dari sumber yang haram, sedangkan dalam konsep Islam dibedakan antara laba dari aktivitas pokok dan laba yang berasal dari kapital (modal pokok) dengan yang berasal dari transaksi, juga wajib menjelaskan pendapatan dari sumber yang haram jika ada, dan berusaha menghindari serta menyalurkan pada tempat-tempat yang telah ditentukan oleh para ulama fiqih. Laba dari sumber yang haram tidak boleh dibagi untuk mitra usaha atau dicampurkan pada pokok modal;
  6. Konsep konvensional menerapkan prinsip bahwa laba itu hanya ada ketika adanya jual-beli, sedangkan konsep Islam memakai kaidah bahwa laba itu akan ada ketika adanya perkembangan dan pertambahan pada nilai barang, baik yang telah terjual maupun yang belum. Akan tetapi, jual beli adalah suatu keharusan untuk menyatakan laba, dan laba tidak boleh dibagi sebelum nyata laba itu diperoleh.
Dengan demikian, dapat diketahui, bahwa perbedaan antara sistem Akuntansi Syariah Islam dengan Akuntansi Konvensional adalah menyentuh soal-soal inti dan pokok, sedangkan segi persamaannya hanya bersifat aksiomatis.
Menurut, Toshikabu Hayashi dalam tesisnya yang berjudul “On Islamic Accounting”, Akuntansi Barat (Konvensional) memiliki sifat yang dibuat sendiri oleh kaum kapital dengan berpedoman pada filsafat kapitalisme, sedangkan dalam Akuntansi Islam ada “meta rule” yang berasal diluar konsep akuntansi yang harus dipatuhi, yaitu hukum Syariah yang berasal dari Tuhan yang bukan ciptaan manusia, dan Akuntansi Islam sesuai dengan kecenderungan manusia yaitu “hanief” yang menuntut agar perusahaan juga memiliki etika dan tanggung jawab sosial, bahkan ada pertanggungjawaban di akhirat, dimana setiap orang akan mempertanggungjawabkan tindakannya di hadapan Tuhan yang memiliki Akuntan sendiri (Rakib dan Atid) yang mencatat semua tindakan manusia bukan saja pada bidang ekonomi, tetapi juga masalah sosial dan pelaksanaan hukum Syariah lainnya.
Jadi, dapat kita simpulkan dari uraian di atas, bahwa konsep Akuntansi Islam jauh lebih dahulu dari konsep Akuntansi Konvensional, dan bahkan Islam telah membuat serangkaian kaidah yang belum terpikirkan oleh pakar-pakar Akuntansi Konvensional. Sebagaimana yang terjadi juga pada berbagai ilmu pengetahuan lainnya, yang ternyata sudah diindikasikan melalui wahyu Allah dalam Al Qur’an. “……… Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (QS.An-Nahl/16:89)
1.2 Rumusan Masalah :
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yakni sebagai berikut:
1.      Bagaimana pentingnya Ilmu Akuntansi?
2.      Apa definisi dari Akuntansi Syariah dan Perbedaannya dengan Akuntansi Konvensional?
3.      Bagaimana Perkembangan Ilmu Akuntansi Syariah di Dunia dan di Indonesia?

1.3 Tujuan :
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini ialah sebagai berikut.
1.      Mengetahui Pentingnya Ilmu Akuntansi.
2.      Mengetahui Definisi dari Akuntansi Syariah dan perbedaannya dengan Akuntansi konvensional.
3.      Mengetahui Perkembangan ilmu akuntansi syariah di dunia dan di Indonesia.







BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pentingnya Ilmu Akuntansi dalam Aktivitas Organisasi
Dari zaman dahulu ilmu akuntansi sebenarnya telah diterapkan. Namun masih tergolong sederhana dan belum sesuai dengan standar yang sekarang ini diterapkan. Tanpa kita sadari dalam sehari-hari kita telah menerapkan akuntansi. Dari hal yang sederhana sampai dalam lingkup perusahaan. Banyak lembaga pendidikan yang menyediakan program studi akuntansi. Mulai dari Sekolah Menengah Kejuruan sampai pada universitas. Di Sekolah Menengahpun dibahas meskipun hanya sedikit. Akuntansi sendiri merupakan ilmu pembukuan yang kemudian dikembangkan untuk kepentingan lembaga baik perusahaan maupun bentuk lainnya.
Akuntansi memiliki tiga aktivitas atau kegiatan utama, yaitu :
1.      Aktivitas identifikasi yaitu mengidentifikasikan transaksi-transaksi yang terjadi dalam perusahaan.
2.      Aktivitas pencatatan yaitu aktivitas yang dilakukan untuk mencatat transaksi-transaksi yang telah diidentifikasi secara kronologis dan sistematis.
3.      Aktivitas komunikasi yaitu aktivitas untuk mengkomunikasikan informasi akuntansi dalam bentuk laporan keuangan kepada para pemakai laporan keuangan atau pihak yang berkepentingan baik internal perusahaan maupun pihak eksternal.
Akuntansi di dalam sebuah instansi sangatlah penting. Dimana dengan akuntansi membantu dalam mencapai sebuah tujuan. Misalnya saja dalam menarik investor diperlukan laporan keuangan guna memaparkan kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba. Selain itu, negara juga memerlukannya untuk menarik besarnya pajak. Dalam hal itu, seorang akuntan sangatlah berpengaruh. Dibutuhkan akuntan yang memiliki nilai-nilai konservasi.
Didalam ilmu akuntansi telah berkembang bidang-bidang khusus dimana perkembangan tersebut disebabkan oleh meningkatnya jumlah dan ukuran perusahaan serta peraturan pemerintah. Adapun bidang-bidang akuntansi yang telah mengalami perkembangan antara lain sebagai berikut:
1.      Akuntansi Keuangan (Financial atau General Accounting) menyangkut pencatatan transaksi-transaksi suatu perusahaan dan penyusunan laporan berkala dimana laporan tersebut dapat memberikan informasi yang berguna bagi manajemen, para pemilik dan kreditor.
2.      Pemeriksaan Akuntansi (Auditing) merupakan suatu bidang yang menyangkut pemeriksaan laporan-laporan keuangan melalui catatan akuntansi secara bebas yaitu laporan keuangan tersebut diperiksa mengenai kejujuran dan kebenarannya.
3.      Akuntansi Manajemen (Management Accounting) merupakan bidang akuntansi yang menggunakan baik data historis maupun data data taksiran dalam membantu manajemen untuk merencanakan operasi-operasi dimasa yang akan datang.
4.      Akuntansi Perpajakan (Tax Accounting) mencakup penyusunan laporan-laporan pajak dan pertimbangan tentang konsekuensi-konsekuensi dari transaksi-transaksi perusahaan yang akan terjadi.
5.      Akuntansi Budgeter (Budgetary Accounting) merupakan bidang akuntansi yang merencanakan operasi-operasi keuangan (anggaran) untuk suatu periode dan memberikan perbandingan antara operasi-operasi yang sebenarnya dengan operasi yang direncanakan.
6.      Akuntansi untuk Organisasi Nirlaba (Non profit Accounting) merupakan bidang yang mengkhususkan diri dalam pencatatan transaksi-transaksi perusahaan yang tidak mencari laba seperti organisasi keagamaan dan yayasan-yayasan sosial.
7.      Akuntansi Biaya (Cost Accounting) merupakan bidanng yang menekankan penentuan dan pemakaian biaya serta pengendalian biaya tersebut yang pada umumnya terdapat dalam persahaan industri.
8.      Sistem Akuntansi (Accounting System) meliputi semua tehnik, metode dan prosedur untuk mencatat dan mengolah data akuntansi dalam rangka memperoleh pengendalian intern yang baik, dimana pengendalian intern merupakan suatu sistem pengendalian yang diperoleh dengan adanya struktur organisasi yang memungkinkan adanya pembagian tugas dan sumber daya manusia yang cakap dan praktek-praktek yangn sehat.
9.      Akuntansi Sosial (Social Accounting) merupakan bidang yang terbaru dalam akuntansi dan yang paling sulit untuk diterangkan secara singkat, kerena menyangkut dana-dana kesejahteraan masyarakat.
Suatu perusahaan tidak dapat berjalan lancar apabila tidak menerapkan ilmu akuntansi. Dengan menerapkan ilmu akuntansi diharapkan pihak perusahaan dapat mengambil keputusan yang sesuai dan tidak merugikan. Dalam ilmu akuntansi ada istilah debet kredit. Keduanya harus seimbang, sesuai dengan kehidupan kita yang harus diseimbangkan pula.

2.2  Definisi Akuntansi Syariah dan Perbedaan dengan Akuntansi Konvensional
Pengertian akuntansi syariah menurut Napier, Akuntansi syariah adalah bidang akuntansi yang menekankan pada 2 (dua) hal yaitu akuntabilitas dan pelaporan. Akuntabilitas tercermin dari tauhid yaitu dengan menjalankan segala aktivitas ekonomi sesuai dengan ketentuan Islam. Sedang pelaporan ialah bentuk pertanggungjawaban kepada Allah dan manusia.
Sedangkan menurut Dr. Omar Abdullah Zaid, yakni Suatu aktivitas yang teratur berkaitan dengan pencatatan transaksi, tindakan, serta keputusan yang sesuai dengan syariat dan jumlah-jumlahnya di dalam catatan yang representatif, sehingga berkaitan dengan pengukuran dengan hasil keuangan yang berimplikasi pada transaksi, tindakan, dan keputusan tersebut untuk membantu pengambilan keputusan yang tepat.
Dalam pendapatnya Adnan M. Akhyar mengemukakan bahwa, Akuntansi syariah adalah praktek akuntansi yang bertujuan untuk membantu mencapai keadilan sosial ekonomi dan mengenal sepenuhnya akan kewajiban kepada Tuhan, individu, dan masyarakat yang berhubungan dengan pihak-pihak terkait pada aktivitas ekonomi seperti akuntan, manajer, auditor, pemilik, pemerintah sebagai sarana bentuk Ibadah.
Dan menurut Sofyan S. Harahap, Akuntansi syariah adalah penggunaan akuntansi dalam menjalankan syariah Islam. Akuntansi syariah ada dua versi, akuntansi syariah yang yang secara nyata telah diterapkan pada era di mana masyarakat menggunakan sistem nilai islami khususnya pada era Nabi SAW, Khulaurrasyidiin, dan pemerintah Islam lainnya. Kedua Akuntansi syariah yang saat ini muncul di era kegiatan ekonomi dan sosial dikuasai oleh sistem nilai kapitalis yang berbeda dari sistem nilai Islam.

Ada beberapa hal yang membedakan antara akuntansi konvensional dan akuntansi syariah, terutama pada prinsip yang melandasi keduanya. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.

Akuntansi Konvensional
Akuntansi Syariah
Postulat Entitas
Pemisahan antara bisnis dan pemilik.
Entitas didasarkan pada bagi hasil.
Postulat Periode Akuntansi
Tidak dapatmenunggu sampai akhir kehidupan perusahaan dengan mengukur keberhasilan aktivitas perusahaan.
Setiap tahun dikenai zakat, kecuali untuk produk pertanian yang dihitung setiap panen.
Postulat Unit Pengukuran
Nilai Uang
Kuantitas nilai pasar digunakan untuk menentukan zakat binatang, hasil pertanian dan emas.
Prinsip Penyingkapan Penuh
Bertujuan untuk mengambil keputusan.
Menunjukkan pemenuhan hak dan kewajiban kepada Allah, masyarakat dan individu.
Prinsip Obyektifitas
Reabilitas pengukuran digunakan dengan dasar bias personal.
Berhubungan erat dengan konsep ketaqwaan, yaitu pengeluaran materi maupun non materi untuk memenuhi kewajiban.
Prinsip Materi
Dihubungkan dengan kepentingan relatif mengenai informasi pembuatan keputusan.
Berhubungan dengan pengukuran dan pemenuhan tugas/kewajiban kepada Allah, masyarakat dan individu.
Prinsip Konsistensi
Dicatat dan dilaporkan menurut pola GAAP
Dicatat dan dilaporkan secara konsisten sesuai dengan prinsip yang dijabarkan oleh syariah.
Prinsip Konservatisme
Pemilihan teknik akuntansi yang sedikit pengruhnya terhadap pemilik.
Pemilihan teknik akuntansi dengan memperhatikan dampak baik terhadap masyarakat.


2.3  Perkembangan Ilmu Akuntansi Syariah di Dunia dan di Indonesia
Sejarah perkembangan akuntansi syariah dapat dibagi menjadi 2 bagian. Bagian pertama sejarah perkembangan akuntansi syariah di dunia sedangkan bagian kedua adalah sejarah perkembangan akuntansi syariah di Indonesia.
1.       Sejarah Perkembangan Akuntansi Syariah di Dunia
Sejarah akuntansi syariah telah ada sejak diturunkannya Al-Qur'an pada tahun 610 M, yakni 800 tahun lebih dahulu dari Luca Pacioli yang menerbitkan buku sebagai dasar akuntansi pada tahun 1494 M. Setelah munculnya Islam di Semananjung Arab di bawah pimpinan Rasulullah Saw. dan terbentuknya Daulah Islamiah di Madinah yang telah memiliki Baitul Mal, yaitu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai bendahara negara dan penjamin kesejahteraaan sosial. Lembaga keuangan tersebut telah menerapkan sistem akuntansi keuangan atau pencatatan keuangan yang disebut kitabat al amwal (pencatatan uang). Rasulullah Saw. telah mendidik secara khusus beberapa sahabat untuk menangani profesi akuntan dengan sebutan hafazhatul amwall pengawas keuangan. Sepeninggal Rasulullah Saw. (Zaid, 2000 dan Hawari, 1988), kemudian dilanjutkan oleh para khulafaur Rasyidin dengan membuat undang-undang akuntansi yang diterapkan untuk perseorangan, perikatan (syarikah) atau perusahaan, akuntansi wakaf, hak-hak pelarangan penggunaan harta (hijr), dan anggaran negara. Di zaman Umar bin Khatab perkembangan pemerintahan Islam sampai Timur Tengah, Afrika, dan Asia sehingga mengakibatkan terjadinya peningkatan penerimaan dan pengeluaran negara. Para sahabat merekomendasikan perlunya pencatatan untuk pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran negara sehingga pada saat itu pemerintahan Umar bin Khatab mendirikan suatu lembaga yang disebut dengan Diwan.
Pada zaman Umar bin Abdul Aziz (681-720 M) dikembangkan reliabilitas laporan keuangan pemerintah dengan kewajiban mengeluarkan bukti penerimaan uang (Imam, 1951). Al Waleed bin Abdul Malik (705-715 M) mengenalkan catatan dan register yang terjilid dan tidak terpisah. Evolusi perkembangan pengelolaan buku akuntansi mencapai tingkat tertinggi di zaman pemerintahan Daulah Abbasiah yang akuntansi diklasifikasikan atas beberapa spesialisasi, seperti akuntansi peternakan, akuntansi pertanian, akuntansi bendahara, akuntansi konstruksi, akuntansi mata uang, dan pemeriksaan buku atau auditing (Al-Kalkashandy, 1913).
Sistem pembukuan menggunakan model buku besar, yang meliputi sebagai berikut.
a.       Jaridah al-kharaj (menyerupai receivable subsidiary ledger) yang menunjukkan utang individu atas zakat tanah, hasil pertanian, utang hewan ternak, dan cicilan. Utang individu dicatat dalam satu kolom dan cicilan pembayaran di kolom lain (Lasheen, 1973).
b.      Jaridah annafakat (jurnal pengeluaran).
c.       Jaridah al mal (jurnal dana).
d.      Mencatat penerimaan dan pengeluaran dana zakat.
e.       Jaridah al musadareen.
f.       Mencatat penerimaan denda/sita dari individu yang tidak sesuai syariah, termasuk korupsi.
Laporan akuntansi berupa, seperti berikut.
a.       Al-khitmah, menunjukkan total pendapatan dan pengeluaran yang dibuat setiap bulan (Bin Jafar, 1981).
b.      Al-khitmah al jame'ah, laporan keuangan komprehensif berupa gabungan antara income statement dan balance sheet (pendapatan, pengeluaran, surplus/defisit, belanja untuk aset lancar maupun aset tetap) dilaporkan akhir tahun.
Dalam perhitungan dan penerimaan zakat. Utang zakat diklasifikasikan menjadi tiga kategori dalam laporan keuangan, yaitu:
a.       collectable debts,
b.      debtful debts, dan
c.       uncollectable debts (Al-Khawarizmi, 1984).
Buku Pacioli didasarkan pada tulisan Leonardo of Piza, orang Eropa pertama yang menerjemahkan buku Algebra yang berisikan dasar-dasar mengenai bookkeeping yang berbahasa Arab ke dalam bahasa Itali (Balk 1960) yang praktik bookkeeping telah diterapkan oleh para pedagang yang barasal dari Mesir (Heaps:1895). Karena begitu pentingnya akuntansi ini, Allah SWT. mencantumkan dalam Al-quran yang merupakan ayat terpanjang dalam surat Al-baqarah, Ayat 282:
  
282. Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah[179] tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau Dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). jika tak ada dua oang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang seorang mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.
[179] Bermuamalah ialah seperti berjualbeli, hutang piutang, atau sewa menyewa dan sebagainya.
Ayat ini menjelaskan fungsi-fungsi pencatatan (kitabah) dalam bermuamalah (bertransaksi), penunjukan seorang pencatat beserta saksinya, dasar-dasarnya, dan manfaat-manfaatnya. Kewajiban membayar zakat mendorong Lembaga Baitul Mal pemerintahan Islam untuk membuat laporan keuangan secara periodik. Demikian pula, memaksa para pedagang muslim untuk mengklasifikasikan hartanya sesuai dengan ketentuan zakat dan membayar zakatnya jika telah memenuhi nisab dan haul.
Perkembangan Akuntansi Syariah banyak dipicu oleh keberadaan berbagai lembaga keuangan yang mencoba membangun dirinya berdasarkan syariah Islamiah. Kemunculan lembaga keuangan syariahpun merupakan konsekwensi logis dari kesadaran banyak pihak untuk kembali ke khittah, yakni dasar landasan islam yang bersifat sempurna dan komprehensif, dan diterapkan secara menyeluruh. Secara lebih spesifik, wacana dan pengembangan akuntansi syariah berawal dari kesadaran bahwa akuntansi adalah sebuah alat dalam bisnis. Akuntansi jika dilihat dari aspek historisnya, bukan ilmu baru yang lahir kemarin sore, melainkan sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu. 
Sejak itu, telah banyak tulisan atau publikasi tentang akuntanasi syariah oleh pakar, misalnya Abdel-Magid (1981), Ba-Yunus (1988), Badawi (1988), Hayashi (1989), Adnan (1997), Triwuyono (1997). Kendati ada kesan bahwa pada mulanya pakar berbeda pendapat dalam melihat urgensi dibedakannya akuntansi syariah dan konvensional, atau merubah sedikit saja apa yang sudah ada dalam akuntansi konvensional, namun dalamperkembangan berikutnya, gumpalan semangatyang berbeda cukup menguat. Ini memuncak setelah dilakukan berbagai studi yang kemudian dijadikan landasan untuk dibentuknnya The Financial Accounting Organization for Islamic Banks and Financial Institutions (FAO-IBFI) pada tahun 1990. Dan perkembangan lembaga ini kemudian berganti nama menjadi The Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAO-IFI). 
2.       Sejarah Akuntansi Syariah di Indonesia
Di Indonesia sejak pertama kali, tahun 1997, istilah akuntansi syariah diluncurkan, wacana ini menggema dan berkembang begitu cepat. Bahkan akuntansi ini membelah menjadi dua bagian yaitu Akuntansi syariah filosofis-teoretis dan akuntansi syariah praktis, mirip sel hidup yang membelah dan membiakkan diri. Keduannya eksis secara positif memperkaya khasanah kajian dan praktik asuransi syariah. Pada tingkat filosofis-teoretis ini, para penulis jarang atau sama sekali tidak membicarakan konsep-konsep praktis yang bisa langsung dipraktikkan di dunia nyata. Kajian pada tingkat ini sangat berharga untuk memperkaya Akuntansi Syariah sebagai ilmu pengetahuan; dan juga berguna untuk merumuskan teknik akuntansi yang akan dipraktikkan di dalam dunia nyata. Sedangkan akuntansi praktis adalah akuntansi (syariah) yang sudah dipraktikkan dalam dunia nyata.
Di Indonesia akhirnya pada tanggal 1 Mei 2002 telah disahkan PSAK 59 Akuntansi Perbankan Syariah dan Kerangka Dasar Penyusunan Laporan Keuangan Bank Syariah yang resmi berlaku sejak 1 Januari 2003. Adapun kronologis penyusunan PSAK perbankan syariah dijelaskan oleh Yanto (2003) sebagai berikut:
1)      Januari-Juni 1999, masyarakat mulai memberi usul mengenai standar akuntansiuntuk Bank Syariah.
2)      Juli 1999, usulan masuk ke dewan konsultatif SAK.
3)      Agustus 1999, dibentuk tim penyusun peryataan SAK bank syariah.
4)      Desember 2000, tim penyusun menyelesaikan konsep exposure draft.
5)      1 Juni 2001, exposure draft disahkan mengenai kerangka. Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Bank Syariah dan PSAK Akuntansi Perbankan Syariah.
6)      1 Mei 2002, pengesahan Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Bank Syariah dan PSAK Akuntansi Perbankan Syariah.
Setelah 3 tahun digunakan, banyak yang merasa bahwa PSAK 59 hanya bisa di aplikasikan pada tiga jenis entitas saja seperti yang tertuang dalam ruang lingkup akuntansi perbankan syariah yaitu bahwa PSAK 59 hanya digunakan untuk bank umum syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS), dan Bank Pengkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Pada akhirnya tanggal 18 Oktober 2005 IAI merespon dengan membentuk Komite Asuransi Syariah (KAS) yang bertugas untuk merumuskan standar akuntansi syariah. 19 September 2006 Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) menyetujui untuk menyebar luaskan Exposure Draft PSAK Syariah yang terdiri dari:
1)      Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah (KDPPLKS)
2)      PSAK 101         : Penyajian Laporan Keuangan Syariah.
3)      PSAK 102         : Akuntansi Murabahah.
4)      PSAK 103         : Akuntansi Salam.
5)      PSAK 104         : Akuntansi Istisna’.
6)      PSAK 105         : Akuntansi Mudharabah.
7)      PSAK 106         : Akuntansi Musyarakah.
Selanjutnya pada tanggal 26 Februari 2008 Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) juga telah mengeluarkan 3 exposure draft PSAK Syariah tambahan yaitu: ED PSAK 107 tentang akuntansi Ijarah, ED PSAK 108 tentang akuntansi Penyelesaian Utang Piutang Murabahah, dan ED PSAK 109 tentang Akuntansi Zakat dan Infaq/Sedekah.




Dengan dasar yang tertera dalam Rapat Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama’ Indonesia (DSN-MUI) sebagai berikut.
Nomor Fatwa
Tentang
Tabel Fatwa DSN MUI




















BAB III
KESIMPULAN

3.1  Kesimpulan
Akuntansi syariah memiliki peran penting dalam keberlangsungan ilmu akuntansi, terutama di Indonesia yang sebagian besar masyarakatnya adalah muslim. Standar akuntansi keuangan syariah sudah dirancang oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)  dan berdasarkan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai aturan baku yang mengatur pengoperasiannya.
Para akuntan yang telah belajar dan sepakat bahwa akuntansi adalah disiplin ilmu yang universal dan obyektif. Awalnya memang sulit untuk menerima gagasan  ketika ilmu akuntansi dihubungkan  dengan beberapa prinsip agama.
Dan  faktanya, masyarakat Islam menjalani bisnis di bawah prinsip dan asumsi yang sedikit berbeda. Saat menjalankan suatu bisnis yang menetapkan akuntansi syariah, mereka memiliki cara yang lebih baik terhadap pelanggan, karyawan dan kompetitor.


















BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Azahri Ismul. 2010. Human Resource Dalam Perspektif Akuntansi Islam
Novia. 2017. Pengertian dan Kelebihan Sistem Akuntansi Syariah
Saifuddin Agung. 2015. Sejarah Akuntansi: Konvensional dan Syariah
Sherly Jihan. 2018. Penulisan Makalah
            (http://sherlyjihanadina.blogspot.com/2018/12/penulisan-makalah.html di akses pada tanggal 18 September 2019)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar